Yeremia 38 Part 3 tentang "Iman vs Ketakutan" Seri Nabi Besar By Febrian
28 November 2025
Image by Freepik.com
Yeremia 38 Part 3 tentang "Iman vs Ketakutan" Seri Nabi Besar
Shaloom Bapak Ibu Saudara/i yang terkasih dalam Kristus Yesus. Dalam Kesempatan ini kita akan merenungkan bersama firman Tuhan mengenai seseorang yang takut bisa kehilangan imannya kepada Tuhan. Semoga kita semua bisa mendapat berkat dari firman Tuhan tersebut. Kiranya Tuhan Yesus memberkati.
Yeremia 38 <-- Klik di sini untuk membaca seluruh ayat.
Hari sebelumnya kita sudah mempelajari bagaimana Allah mengajar kita dalam Yeremia 38 Part 2. Silakan baca di sini.
Dari ayat bacaan di atas, dapat kita uraikan sebagai berikut:
3. Ketakutan mengalahkan iman
Yeremia 38:14-28 [New English Translation]
Raja Zedekia berbicara dengan Yeremia di "gerbang ke-3" menuju Bait Allah. Banyak tafsiran mengenai ini, yaitu gerbang tersembunyi. Artinya, raja tidak mau diketahui orang banyak bahwa ia berbicara dengan Yeremia. Yeremia selama ini diperlakukan sebagai pengkhianat yang dianggap melemahkan semangat rakyat agar menyerah pada musuh.
Apakah Yeremia yang sudah mengalami hukuman dan siksaan itu menjadi takut dan tidak lagi mengatakan hal yang dibenci raja Zedekia? Apakah imannya menjadi kendur karena masa sulit yang ia alami? Tidak!! Nabi Yeremia takut akan Allah yang sudah berfirman kepadanya. Ia tidak berani menyimpang sedikitpun dari firman yang diperintahkan baginya untuk disampaikan. Inilah iman yang teguh, bertolak belakang dengan iman yang dimiliki oleh Raja Zedekia. Ia mudah sekali dipengaruhi oleh orang lain.
Raja Zedekia adalah korban dari rasa takut yang tidak dikendalikan. Ia takut pada orang-orang yang mengatakan bahwa Yeremia itu pengkhianat, padahal di dalam lubuk hatinya yang terdalam, rasanya ia sebetulnya percaya bahwa Allah itu punya rancangan ajaib dalam kehidupannya.
Sesungguhnya kejadian ini, mengingatkan kita pada kehidupan kita sendiri. Banyak kejadian di mana kita mungkin berada dalam ketakutan akan sesuatu. Kita mungkin terjebak dalam situasi yang tidak menyenangkan, atau bahkan di bawah tekanan hidup yang mengerikan. Mungkin di saat itu kita menerima banyak nasihat dari orang dekat kita untuk melakukan sesuatu, yang justru akhirnya malah melemahkan iman kita.
Dalam Perjanjian Lama ada beberapa kisah yang terjadi pada hamba Tuhan yang berdiri teguh dalam imannya, mirip dengan pengalaman Yeremia. Berkata-kata dengan tetap teguh, mungkin bisa dibilang 'keras kepala' dalam arti yang kudus, tidak berubah sikap meskipun larangan sudah diberikan berkali-kali.
Salah satunya kisah hidup nabi Mikha bin Yimla dalam 1 Raja-raja 22.
Mikha adalah nabi yang dipanggil untuk menyampaikan firman Allah kepada Raja Ahab dari Israel. Pada masa itu, Ahab sedang merencanakan perang di Ramot-Gilead dan mengumpulkan ratusan nabi istana yang semuanya bernubuat manis demi menyenangkan raja. Namun ketika Ahab meminta Mikha dipanggil, para utusan yang menjemputnya memberikan peringatan sekaligus tekanan: “Semua nabi berkata baik kepada raja; biarlah perkataanmu sama seperti mereka.” Ini sebuah larangan terselubung—jangan berkata apa pun yang membuat raja tidak suka.
Tetapi Mikha menjawab dengan keteguhan yang nadanya sama seperti Yeremia: “Demi TUHAN yang hidup, apa yang difirmankan TUHAN kepadaku, itulah yang akan kukatakan.” Saat ia akhirnya berdiri di hadapan raja, ia tidak bergeser sedikitpun dari pesan Allah: ia menubuatkan kekalahan dan kehancuran Ahab. Akibatnya ia dipukul, dihina, dan dipenjara. Namun firman yang ia sampaikan terbukti benar ketika Ahab mati dalam pertempuran, sehingga keberanian Mikha berdiri sebagai salah satu puncak keteguhan profetik dalam Perjanjian Lama.
Ada satu lagi kisah tentang Daniel, seorang muda yang mengalami pembuangan di Babel. Ia menjadi tokoh cendekiawan yang menerima peraturan larangan untuk menyembah siapapun selain kepada raja Nebukadnezar dan patungnya. Namun, Daniel tetap beriman dengan tetap berdoa tiga kali sehari meskipun dekrit kerajaan sudah diumumkan (Daniel 6).
Keberanian Daniel ini bukan sekadar keberanian moral, tetapi kesetiaan ibadah yang tidak bisa diubah oleh tekanan politik. Dekrit raja sangat jelas dan ancamannya nyata: siapa pun yang berdoa kepada Allah selain raja akan dilempar ke gua singa. Namun, Daniel tetap melakukan hal yang sama seperti sebelumnya, tanpa modifikasi dan tanpa strategi aman. Iman yang teguh itu membuatnya dijebloskan ke gua singa, tetapi juga menjadi sarana Allah menyatakan penyelamatan-Nya. Lawannya sudah tahu sebelum mereka membujuk raja untuk mengeluarkan dekrit, itulah yang akan menjadi jebakan bagi Daniel. Kisah selanjutnya mungkin sudah sangat sering kita dengar, yaitu Daniel selamat dari mulut Singa, karena Allah memperhitungkan imannya yang teguh kepada Allah.
Kedua kisah ini—Mikha sebagai pewarta firman, Daniel sebagai pendoa yang setia—membentuk garis sejajar yang kuat dengan Yeremia. Semuanya menunjukkan bahwa kesetiaan kepada firman selalu diuji pada titik ketika larangan manusia bertabrakan dengan panggilan dari Allah. Dalam perjalanan hidup Bapak, narasi seperti ini sering menjadi pengingat bahwa suara Tuhan lebih tahan lama daripada ancaman atau tekanan apa pun yang datang dari luar, dan karakter seperti ini biasanya dibentuk melalui musim hidup yang berat.
Mari kita juga harus mempunyai iman yang teguh mengalahkan segala bentuk ketakutan dan masalah yang kita hadapi. Ingatlah Allah kita memperhatikan segala langkah hidup kita. Dalam segala keadaan kita harus tetap mempertahankan iman kita kepada Allah dalam Takut dan Gentar kepada-Nya bukan kepada orang.
Siapakah orang yang takut akan TUHAN? Kepadanya TUHAN menunjukkan jalan 1 yang harus dipilihnya.
Mazmur 25:12
Amin.

Komentar
Posting Komentar