Yeremia 37 tentang "Milikilah Iman yang teguh" Seri Nabi Besar by Febrian
25 November 2025
Yeremia 37 <-- Klik di sini untuk membaca.Shaloom Bapak Ibu Saudara/i yang terkasih dalam Kristus Yesus. Dalam Kesempatan ini kita akan merenungkan bersama mengenai Iman Nabi Yeremia yang tetap teguh, walaupun ia dipenjarakan setelah menyampaikan pesan peringatan Tuhan.
Semoga Tuhan memberikan kita hikmat dan pengertian agar kita bisa mendapat berkat dari firman Tuhan tersebut. Kiranya Tuhan Yesus memberkati.
Dari ayat bacaan di atas, dapat kita lihat bahwa terlihat kontras yang tajam antara iman Raja Zedekia yang bersifat situasional dan kepanikan, dengan iman Nabi Yeremia yang teguh dan setia meskipun menderita.
1. Iman yang Situasional dan Kepalsuan (Ayat 1-10)
Raja Zedekia baru saja mengirim utusan kepada Yeremia untuk meminta doa (ayat 3). Ini terlihat seperti tindakan religius. Namun, Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa baik raja maupun rakyatnya "tidak mendengarkan firman" yang disampaikan Tuhan (ayat 2). Doa mereka bukanlah doa pertobatan, melainkan doa permohonan yang egois di saat mereka ketakutan. Iman mereka bangkit hanya ketika krisis melanda—ketika tentara Babel mengepung—dan langsung pudar ketika ancaman itu seolah-olah mereda (ayat 5).
Jadi sebetulnya, raja Zedekia berharap nabi Yeremia bisa "menghibur" nya dengan firman Tuhan yang mengatakan bahwa ia akan mendapat kemenangan terhadap raja Nebukadnezar. Namun, Allah menjawab permintaan mereka, bukan dengan jawaban yang mereka harapkan, melainkan Tuhan menyatakan melalui Yeremia bahwa pertolongan dari Mesir (tentara Firaun) hanyalah bersifat sementara dan bahwa penghukuman dari Babel (orang-orang Kasdim) pasti akan datang (ayat 7-10). Tuhan memperingatkan mereka untuk tidak "membohongi dirimu sendiri" (ayat 9). Ini adalah inti dari iman yang situasional: mempercayai ilusi kenyamanan dan menolak kebenaran yang tidak menyenangkan.
2. Harga Kesetiaan pada Kebenaran (Ayat 11-16)
Sementara orang lain berpuas diri dengan khayalan rasa nyaman, Yeremia tetap menjalani hidupnya. Malang menimpanya, yaitu ketika ia hendak pergi mengurus urusan keluarganya, ia malah dituduh sebagai pembelot ke Kerajaan Babel (ayat 12-13). Inilah harga yang harus dibayar karena setia kepada kebenaran. Yeremia dituduh, dipukul, dan dilemparkan ke dalam ruang cadangan air di bawah tanah tanpa sidang pengadilan (ayat 15-16).
Ia ditahan di sebuah tempat yang gelap, lembab, dan mengerikan. Apa yang terjadi? Ia orang yang setia dan taat kepada Allah, pelayan Tuhan yang kuat, namun kesetiaannya itu justru dibalas dengan penderitaan. Apakah Tuhan adil? Mari kita lanjutkan pembahasan firman Tuhan kita untuk mencari jawabannya.
3. Pencarian yang Penuh Ketakutan vs. Kesaksian yang Berani (Ayat 17-21)
Ketika krisis berikutnya datang, raja Zedekia kembali mencari nabi Yeremia "dengan diam-diam" (ayat 17). Hal ini menggambarkan rasa malu dan takut namun ingin mendengar firman Tuhan, tetapi tidak berani melakukannya secara terbuka atau bertindak sesuai dengannya. Mungkin, jauh di lubuk hatinya yang terdalam, sesungguhnya ia ingin TUHAN, Allahnya menolongnya dan menyelamatkannya. Tetapi anehnya Ia bukannya berdoa langsung kepada Allah, melainkan hanya berharap di dalam hatinya. Inilah penyakit manusia, menginginkan sesuatu, tapi bukannya berdoa kepada Allah, melainkan hanya berharap. Akhirnya, iblislah yang akan memberikan apa yang diinginkan hatinya.
Di tengah penderitaannya itu, Nabi Yeremia tidak lantas mengubah pesannya kepada raja Zedekia. Bahkan kepada raja yang bisa membebaskannya, ia dengan berani menyampaikan kebenaran yang sama: "Engkau akan diserahkan ke dalam tangan raja Babel!" (ayat 17). Nabi Yeremia juga menantang raja dengan pertanyaan yang menusuk: "Di manakah gerangan para nabimu yang telah bernubuat kepadamu, bahwa raja Babel tidak akan datang...?" (ayat 19). Yeremia bukannya mengemis minta dibebaskan tetapi masih memberikan teguran keras. Hal ini membuktikan bahwa ia adalah nabi sejati yang dapat dipercaya oleh Allah, berbeda dengan nabi-nabi palsu yang hanya menyenangkan telinga.
Sayangnya raja Zedekia tidak memiliki keberanian untuk bertobat atau membebaskan Yeremia sepenuhnya, ia terlalu malu untuk hal itu. Jadi, ia kemudian memberikan sedikit keringanan (ayat 21), di tengah penghukuman yang akan datang, kita masih melihat secercah belas kasihan Tuhan kepada Nabi Yeremia melalui tindakan raja ini. Yeremia dipindahkan ke tempat yang lebih baik dan dipelihara hidupnya. Tuhan memelihara orang-orang yang setia kepada-Nya, bahkan di tengah penghukuman berat.
Jadi melalui kejadian di atas coba kita renungkan:
- Apakah iman kita hanya muncul dalam situasi sulit, lalu menghilang ketika kehidupan terasa nyaman?
- Apakah kita seperti Zedekia, yang mencari Tuhan secara diam-diam karena malu dianggap religius, tetapi tidak mau hidup menurut firman-Nya secara terbuka?
- Atau apakah kita seperti Yeremia, yang berpegang teguh pada kebenaran Allah sekalipun harus menghadapi penolakan, tuduhan palsu, dan penderitaan?
Jadi pada dasarnya, Iman yang sejati tidaklah bagaikan sekoci penyelamat yang bisa kita gunakan hanya saat keadaan darurat. Iman adalah fondasi kuat yang harus terus kita bangun seumur hidup, baik dalam badai maupun dalam cuaca cerah.
Bersukacitalah dalam pengharapan,
sabarlah dalam kesesakan,
bertekunlah dalam doa.
Roma 12:12
Amin.

Komentar
Posting Komentar