Yeremia 22 Part 4 tentang "Didikan orang tua: Kejahatan Yoyakim bin Yosia" Seri Nabi Besar by Febrian
2 November 2025
Yeremia 22 Part 4 tentang "Didikan orang tua: Kejahatan Yoyakim bin Yosia" Seri Nabi Besar
Shaloom Bapak Ibu Saudara/i yang terkasih dalam Kristus Yesus. Dalam Kesempatan ini kita akan merenungkan bersama mengenai kisah kehidupan Yoyakim bin Yosia. Semoga kita semua bisa mendapat berkat dari firman Tuhan tersebut. Kiranya Tuhan Yesus memberkati.
Yeremia 22 <-- Klik di sini untuk membaca seluruh pasal
2 Tawarikh 36:1-4
Rakyat negeri menjemput Yoahas anak Yosia, dan mengangkat dia menjadi raja di Yerusalem menggantikan ayahnya. Yoahas berumur dua puluh tiga tahun pada waktu ia menjadi raja dan tiga bulan lamanya ia memerintah di Yerusalem. Raja Mesir memecatnya dari pemerintahannya di Yerusalem dan mendenda negeri itu seratus talenta perak dan satu talenta emas.
Kemudian raja Mesir itu mengangkat Elyakim, saudara Yoahas, menjadi raja atas Yehuda dan Yerusalem, dan menukar namanya dengan Yoyakim. Tetapi Yoahas, saudaranya itu, ditawan oleh Nekho, dan dibawa ke Mesir.
1 Tawarikh 3:15
- anak sulung ialah Yohanan,
-
anak yang kedua ialah Yoyakim,
-
anak yang ketiga ialah Zedekia dan -
anak yang keempat ialah Salum.
Yeremia 22:13-19
Nubuat melawan raja Yoyakim
Celakalah dia yang membangun istananya berdasarkan ketidakadilan dan
anjungnya berdasarkan kelaliman, yang mempekerjakan sesamanya dengan
cuma-cuma dan tidak memberikan upahnya kepadanya; yang berkata: "Aku mau
mendirikan istana yang besar lebar dan anjung yang lapang luas!", lalu
menetas dinding istana membuat jendela, memapani istana itu dengan kayu aras
dan mencatnya merah.
Sangkamu rajakah engkau, jika engkau
bertanding dalam hal pemakaian kayu aras? Tidakkah ayahmu makan minum juga
dan beroleh kenikmatan? Tetapi ia melakukan keadilan dan kebenaran, serta
mengadili perkara orang sengsara dan orang miskin dengan adil. Bukankah itu
namanya mengenal Aku? demikianlah firman TUHAN.
Tetapi matamu dan hatimu hanya tertuju kepada pengejaran untung, kepada penumpahan darah orang yang tak bersalah, kepada pemerasan dan kepada penganiayaan!
22:18 Sebab itu beginilah firman TUHAN mengenai Yoyakim bin Yosia, raja Yehuda:
"Orang tidak akan meratapi dia: Aduhai abangku! Aduhai kakakku! Orang tidak akan menangisi dia: Aduhai tuan! Aduhai Seri Paduka! 22:19 Ia akan dikubur secara penguburan keledai, diseret dan dilemparkan ke luar pintu-pintu gerbang Yerusalem."
2 Raja-raja 24:1-4
Dalam zamannya majulah berperang Nebukadnezar, raja Babel, lalu Yoyakim menjadi takluk kepadanya tiga tahun lamanya; tetapi kemudian Yoyakim berbalik dan memberontak terhadap dia.
TUHAN menyuruh gerombolan-gerombolan Kasdim, gerombolan-gerombolan Aram, gerombolan-gerombolan Moab dan gerombolan-gerombolan bani Amon melawan Yoyakim;
Ia menyuruh mereka melawan Yehuda untuk membinasakannya sesuai dengan firman TUHAN yang diucapkan-Nya dengan perantaraan para hamba-Nya, yaitu para nabi. Sungguh, hal itu terjadi kepada Yehuda sesuai dengan titah TUHAN untuk menjauhkan mereka dari hadapan-Nya oleh karena dosa-dosa Manasye, setimpal dengan segala yang dilakukannya, dan juga oleh karena darah orang yang tidak bersalah yang telah ditumpahkannya, sebab ia telah membuat Yerusalem penuh dengan darah orang yang tidak bersalah, dan TUHAN tidak mau mengampuninya.
Daniel 1:1-2
Pada tahun yang ketiga pemerintahan Yoyakim,
2 Tawarikh 36:5-8
Yoyakim
2 Raja-raja 23:36-37
Yoyakim berumur dua puluh lima tahun pada waktu ia menjadi raja dan sebelas tahun lamanya ia memerintah di Yerusalem. Nama ibunya ialah Zebuda binti Pedaya, dari Ruma.
Ia melakukan apa yang jahat di mata TUHAN tepat seperti yang dilakukan oleh nenek moyangnya.
Kisah Yoyakim bin Yosia dalam Yeremia pasal 22 menyingkap realitas pahit: meski terlahir dari raja yang saleh, Yoyakim memilih jalan yang jahat—mengutamakan kemewahan, menindas yang lemah, dan mengabaikan suara Allah sejak kecil. Tulisan singkat ini menggabungkan penjelasan sejarah alkitabiah dan refleksi praktis bagi keluarga masa kini tentang bagaimana orang tua dapat menanamkan iman yang hidup pada anak-anaknya.
Setelah Yoahas (Salum) dibuang ke Mesir, Yoyakim diangkat menjadi raja. Dalam Yeremia 22:13–17; 18–19; 21 Tuhan mengecam Yoyakim karena membangun kemegahan dengan ketidakadilan, menindas orang lemah, dan menutup telinga terhadap suara TUHAN sejak masa kanak-kanak. Akibatnya, nubuat menghukumnya: kehinaan dan kematian yang tidak terhormat sebagai akibat dari ketidakadilan yang dilakukannya.
Beberapa faktor utama yang nampak dari kisah keluarga Yosia yang mengakibatkan kegagalan pewarisan iman:
- Yosia fokus pada urusan kerajaan tanpa pembinaan pribadi: Yosia memimpin pembaruan nasional dan memperbaiki bait Allah, tetapi pembentukan kehidupan rohani di tingkat rumah tangga tampaknya kurang terfokus sehingga anak-anak tidak mengalami transformasi batin yang mendalam.
- Pengaruh lingkungan istana dan budaya duniawi: Istana adalah lingkungan politik dan sosial yang kuat pengaruhnya; kemewahan dan ambisi mudah mengalahkan nilai‑nilai takut akan Allah jika tidak ada peneguhan rohani sehari‑hari.
- Peran ibu yang kurang mendukung pembinaan rohani: Nama ibu sering disebut dalam silsilah karena pengaruhnya; dalam kasus Hamutal, penafsiran tradisional melihat adanya pengaruh domestik yang menuntun pada kompromi nilai.
- Kegagalan disiplin rohani sejak dini: Yeremia menegaskan bahwa Yoyakim tidak mendengar suara Allah sejak kanak‑kanak; ada kegagalan edukasi rohani sedini mungkin.
Jadi apa yang salah dalam keluarga itu?
Intinya bukan hanya satu kesalahan tunggal: keluarga itu mengalami kesenjangan antara apa yang diproklamasikan di hadapan bangsa (reformasi dan ibadah) dan apa yang dibina di rumah (pembentukan hati dan karakter). Keteladanan ayah yang luar biasa tidak mengalir otomatis bila suasana rumah, bimbingan ibu, dan praktik sehari‑hari tidak mendukung proses internalisasi iman pada anak.
Jadi bagaimana agar keluarga tidak mengulangi kesalahan yang sama? Berikut langkah‑langkah praktis dan mudah diterapkan di rumah:
- Doa dan Firman setiap hari: Jadikan rumah sebagai tempat pembacaan Alkitab dan doa bersama, sekecil apa pun waktunya. Konsistensi lebih kuat dari intensitas sesekali.
- Teladan: Orang tua menunjukkan integritas—kejujuran, menepati janji, rendah hati—karena anak meniru lebih dari apa yang diajarkan secara lisan.
- Ajarkan kasih dan keadilan di praktik sehari-hari: Libatkan anak dalam tindakan nyata membantu yang lemah, memberi, dan berbagi sehingga nilai kasih menjadi pengalaman bukan sekadar konsep.
- Batasi dan dampingi pergaulan anak: Arahkan mereka memilih teman dan kegiatan yang membangun; berdialog terbuka tentang media dan pengaruh sosial.
- Disiplin rohani sejak dini: Tegas namun penuh kasih dalam menegakkan nilai—bukan hukuman semata, melainkan pembelajaran berulang untuk takut akan Tuhan.
- Bangun budaya keluarga yang rendah hati: Tampilkan penyesalan, pengampunan, dan rekonsiliasi sebagai bagian dari kehidupan keluarga agar anak melihat bagaimana iman bekerja nyata.
Renungan: Mengapa orang tua yang taat dan hidup benar anaknya bisa jadi jahat?
Menurut para pakar psikologi, inilah yang sering terjadi:
(1) Integritas yang kurang - bakat sejak lahir untuk tidak konsisten antara perkataan dan perbuatan. Bisa jadi ketika anak melihat suatu hal yang kontradiktif, mereka memilih perilaku yang menurut mereka benar.
(2) Tekanan lingkungan - dari sekolah, dari teman, dan melihat media sosial dapat mengubah orientasi terhadap nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupannya;
(3) Kekurangan pembinaan secara emosional - anak yang tidak merasa dianggap atau sering dianaktirikan cenderung akan mencari identitasnya sendiri di luar keluarga;
(4) Orangtua mengandalkan pendidikan pada sekolah/gereja, sehingga melepas tanggung jawab untuk mendidik iman anak secara langsung di dalam rumah tangga.
Kesimpulan dari ayat di atas:
1. Ketaatan pada Allah sebagai dasar mutlak menjadi seorang pemimpin: Yosia mengajarkan bahwa pemimpin harus taat pada Firman; tetapi ketaatan itu harus dimulai di rumah. Pemimpin keluarga memimpin melalui contoh sehari‑hari.
2. Pembinaan rohani mengalahkan ritual keagamaan: Kebaikan tampak luar tanpa perubahan hati menghasilkan generasi yang tampak benar, namun kosong dari ketaatan sejati.
3. Praktikkan kasih dan keadilan untuk membentuk karakter: Jika rumah mengekang nafsu kekuasaan dan menumbuhkan kasih kepada yang lemah, anak akan tumbuh dengan landasan yang kokoh.
Mari kita terapkan:
Mulailah dengan menyepakati minimal 10 menit doa keluarga setiap hari, kemudian mengadakan minimal sekali tiap bulan, tindakan kasih praktis bersama misalnya mengunjungi panti asuhan untuk bersedekah, serta pembatasan waktu layar bagi anak, digantikan dengan mengobrol bersama secara santai.
Kisah Yoyakim mengingatkan kita bahwa warisan iman bukan otomatis diwariskan; ia harus dihidupi, diajarkan, dan dipraktikkan dalam kehidupan sehari‑hari. Orang tua memikul tanggung jawab besar: bukan hanya menyampaikan kebenaran, tetapi menunjukkan bagaimana kebenaran itu menjadi hidup. Semoga keluarga Bapak menjadi tempat di mana iman ditanam, dipelihara, dan berbuah bagi generasi berikutnya.
Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya,
maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang
dari pada jalan itu.
Amsal 22:6
Amin.

Komentar
Posting Komentar