Choose to Trust God Ps.Ekky IFGF City
23 November 2025
Image By IFGF BekasiChoose to trust
Cerita Corrie ten boom.
Orang yang sekeluarga disiksa karena imannya.
2 Samuel 24:1-14 <-- Klik di sini untuk membaca ayat.
Trust dimulai dari:
1. Berawal dari kerendahan hati
Dari ayat di atas,
2 Samuel 24:1-17 (NET)
The Lord’s anger again raged against Israel, and he incited David against them, saying,
“Go count Israel and Judah.”
The king told Joab, the general in command of his army,
“Go through all the tribes of Israel from Dan to Beer Sheba and muster the army, so I may know the size of the army.”
Joab replied to the king,
“May the Lord your God make the army a hundred times larger right before the eyes of my lord the king! But why does my master the king want to do this?”
But the king’s edik stood, despite the objections of Joab and the leaders of the army. So Joab and the leaders of the army left the king’s presence in order to muster the Israelite army. They crossed the Jordan and camped at Aroer, on the south side of the city, at the wadi of Gad, near Jazer. Then they went on to Gilead and to the region of Tahtim Hodshi, coming to Dan Jaan and on around to Sidon. Then they went to the fortress of Tyre and all the cities of the Hivites and the Canaanites. Then they went on to the Negev of Judah, to Beer Sheba.
They went through all the land and after nine months and twenty days came back to Jerusalem. Joab reported the number of warriors to the king. In Israel there were 800,000 sword-wielding warriors, and in Judah there were 500,000 soldiers.
David felt guilty after he had numbered the army. David said to the Lord,
“I have sinned greatly by doing this! Now, O Lord, please remove the guilt of your servant, for I have acted very foolishly.”
11 When David got up the next morning, the Lord had already spoken to Gad the prophet, David’s seer:
“Go, tell David,
‘This is what the Lord says:
I am offering you three forms of judgment. Pick one of them and I will carry it out against you.’”
Gad went to David and told him,
“Shall seven years of famine come upon your land?
Or
shall you flee for three months from your enemy with him in hot pursuit?
Or
shall there be three days of plague in your land? Now decide what I should tell the one who sent me.”
David said to Gad,
“I am very upset! I prefer that we be attacked by the Lord, for his mercy is great; I do not want to be attacked by men!”
So the Lord sent a plague through Israel from the morning until the completion of the appointed time. Seventy thousand men died from Dan to Beer Sheba. When the angel extended his hand to destroy Jerusalem, the Lord relented from his judgment.
He told the angel who was killing the people,
“That’s enough! Stop now!”
(Now the Lord’s angel was near the threshing floor of Araunah the Jebusite.)
When he saw the angel who was destroying the people, David said to the Lord,
“Look, it is I who have sinned and done this evil thing! As for these sheep – what have they done? Attack me and my family.”
Firman TUHAN kepada Daud untuk menghitung bangsa Israel.
Keluaran 30:11-12
TUHAN berfirman kepada Musa:
"Apabila engkau menghitung jumlah orang Israel pada waktu mereka didaftarkan, maka haruslah mereka masing-masing mempersembahkan kepada TUHAN uang pendamaian karena nyawanya, pada waktu orang mendaftarkan mereka, supaya jangan ada tulah di antara mereka pada waktu pendaftarannya itu.
Bagian ini merupakan suatu kunci kesalahan Daud. Bahwa menghitung umat Allah, berarti wajib memberi persembahan pada Allah.
Daud sudah diingatkan oleh Yoab, namun Ia terus saja menghitung.
Apa kondisi Daud yang menyebabkan ia sembrono dan tidak sadar?"
Beginilah pandangan para teolog terkenal:
1. Walter Brueggemann (Theolog dan Penulis "First and Second Samuel")
Brueggemann melihat cerita ini sebagai bagian akhir dari drama besar kehidupan Daud. Dia berargumen bahwa Daud sedang dalam kondisi "The Burden of Kingship" (Beban Jabatan Raja).
Setelah sekian lama berkuasa, Daud telah beralih dari seorang yang sepenuhnya bergantung pada Tuhan (seperti saat melawan Goliat) menjadi seorang administrator kerajaan yang sekuler. Dia mulai mengelola kerajaan berdasarkan kalkulasi politik dan militer, bukan lagi berdasarkan janji dan penyertaan Ilahi.
Tindakan sensus adalah puncak dari peralihan ini. Daud ingin "memiliki" dan "mengontrol" rakyatnya melalui data. Brueggemann menyebutnya sebagai "an act of arrogant autonomy" (tindakan otonomi yang arogan). Ia tidak lagi membutuhkan Tuhan sebagai pemimpin, tetapi hanya sebagai pelengkap.
2. Joyce G. Baldwin (Komentator "Tyndale Old Testament Commentaries")
Baldwin menekankan konteks "The Anger of the Lord" (Kemarahan Tuhan) di ayat 1.
Baldwin berpendapat bahwa Daud bukanlah satu-satunya pihak yang bersalah. Tuhan sudah murka kepada Israel (mungkin karena penyembahan berhala atau pemberontakan). Daud, sebagai raja, terpengaruh oleh kondisi spiritual bangsanya yang sudah rusak.
Dalam kondisi bangsa yang sudah jatuh spiritualitasnya, Daud menjadi lebih rentan terhadap godaan dan kesalahan dalam kepemimpinan. Keputusannya yang sembrono adalah gejala dari penyakit dosa kolektif yang lebih besar. Ia gagal menjadi pemimpin yang menuntun bangsanya kepada pertobatan, malah terjerumus dalam dosa yang sama.
3. Robert Alter (Sarjana Sastra Alkitab, "The David Story")
Alter menganalisis dari sudut karakter sastra. Dia melihat ini sebagai kejatuhan tragis sang pahlawan.
Alter menggambarkan Daud di sini sebagai seorang yang "driven by an unfathomable inner compulsion" (didorong oleh desakan batin yang tidak dapat dipahami). Perintahnya kepada Yoab terdengar seperti sebuah obsesi, bukan perintah rasional.
Bagi Alter, Daud digambarkan tidak menyadari sepenuhnya motivasi terdalamnya sendiri. Dia bertindak berdasarkan dorongan ego dan ambisi bawah sadarnya yang telah lama terpendam. Itulah sebabnya, begitu sensus selesai, "barulah berdebar hati Daud" – ia baru menyadari niat kelam yang sebenarnya setelah tindakannya selesai.
4. John Calvin (Teolog Reformasi, "Commentaries on Samuel")
Calvin, dengan tegasnya pada Kedaulatan Allah dan Dosa Manusia, memberikan penjelasan yang jelas.
Calvin tidak mencari alasan untuk Daud. Dia menyatakan bahwa meskipun Iblis yang menggoda (1 Tawarikh 21:1), dan Tuhan yang mengizinkannya (2 Samuel 24:1), dosa itu sepenuhnya adalah milik Daud.
Bagi Calvin, kondisi Daud adalah kondisi "ungodly self-exaltation" (peninggian diri yang tidak saleh). Daud telah melupakan bahwa kerajaannya adalah anugerah Tuhan. Keinginannya untuk menghitung tentara berasal dari "ambisi yang rakus dan tidak teratur" untuk membanggakan dirinya sendiri, bukan untuk kemuliaan Tuhan.
5. Dale Ralph Davis (Penulis "2 Samuel: Out of Every Adversity")
Davis membahasnya dengan bahasa yang lebih kontemporer dan tajam.
Davis menyebut sensus Daud sebagai "The Arithmetic of Pride" (Aritmatika Kesombongan).
Daud terjebak dalam "the security syndrome" (sindrom keamanan). Setelah sekian lama berperang, ia sekarang ingin merasa aman dengan cara yang salah: yaitu dengan melihat angka dan statistik, bukan dengan memandang kepada Tuhan yang berjanji. Davis menulis, "Daud lebih percaya pada 'inventaris' daripada pada 'Janji'." Ketidakpeduliannya terhadap nasihat Yoab menunjukkan bahwa hatinya sudah dikunci oleh keinginan untuk mendapatkan kepastian palsu tersebut.
Kesimpulan Riset Teologis:
Para teolog terkenal ini, meski dengan penekanan yang berbeda, sepakat pada satu titik:
Kondisi Daud adalah kondisi seorang pemimpin yang, setelah mencapai puncak kesuksesan, mulai menggantikan ketergantungannya pada Tuhan dengan kepercayaan pada kemampuan, sumber daya, dan kekuasaannya sendiri (self-reliance).
· Brueggemann menyebutnya: Otonomi yang Arogan.
· Calvin menyebutnya: Peninggian Diri yang Tidak Saleh.
· Davis menyebutnya: Aritmatika Kesombongan.
· Alter melihatnya sebagai: Desakan Batin yang Kelam.
· Baldwin menambahkan konteks: Kerentanan akibat Kemerosotan Spiritual Nasional.
Kesembronoan Daud adalah kebutaan spiritual sementara yang disebabkan oleh kesombongan, yang membuatnya tuli terhadap teguran dan lupa akan posisinya sebagai hamba yang seharusnya bergantung sepenuhnya pada Tuannya.
Setelah Daud berdosa dengan menghitung rakyatnya, Tuhan mengutus nabi Gad untuk memberinya tiga pilihan hukuman: tiga tahun kelaparan, tiga bulan dikejar musuh, atau tiga hari wabah sampar. Daud, dengan keyakinan bahwa belas kasihan Tuhan lebih besar daripada manusia, memilih untuk jatuh ke dalam tangan Tuhan dengan memilih wabah tiga hari. Akibatnya, 70.000 orang Israel tewas. Saat malaikat Tuhan hendak memusnahkan Yerusalem, Tuhan berbelas kasih dan menghentikannya. Menyaksikan hal ini, Daud sekali lagi mengakui dosanya dan memohon agar hukuman ditimpakan hanya kepada dirinya dan keluarganya, bukan kepada rakyatnya yang tidak bersalah.
Kisah Daud ini adalah cermin yang tajam bagi kita semua. Dosa Daud bukanlah dosa kebodohan biasa, melainkan dosa seorang yang terlalu sukses, sehingga tanpa sadar hatinya bergeser dari bergantung pada Pemberi Janji kepada mengandalkan inventaris miliknya sendiri. Inilah yang disebut "Aritmatika Kesombongan": saat kita lebih percaya pada angka di laporan bank, jumlah follower, gelar akademik, atau jaringan kekuasaan kita, daripada pada penyertaan dan janji Tuhan.
Namun, cerita ini tidak berakhir dengan suram. Titik baliknya terletak pada kerendahan hati Daud untuk mengaku, "Aku telah berdosa dan bertindak sangat bodoh." Dari situlah, lahir sebuah kepercayaan yang matang. Ketika dihadapkan pada pilihan hukuman, Daud tidak memilih jalan keluar yang mudah, tetapi memilih untuk jatuh ke dalam tangan Tuhan. Ini adalah deklarasi imannya: "Aku lebih takut kehilangan-Mu daripada kehilangan nyawaku oleh musuh. Aku percaya, di balik murka-Mu yang adil, ada hati-Mu yang penuh belas kasih."
Bagi kita hari ini, pilihannya sama:
· Apakah kita akan hidup mengandalkan "aritmatika" dan kendali kita sendiri yang pada akhirnya membuat kita lelah dan kosong?
· Atau apakah kita, seperti Corrie ten Boom dan seperti Daud dalam pertobatannya, memilih untuk percaya—bahwa jatuh ke dalam tangan Tuhan, sekalipun lewat jalan yang tidak kita mengerti, adalah tempat yang paling aman?
Percaya dimulai dari kerendahan hati untuk mengakui bahwa kita tidak bisa mengendalikan segalanya, dan kemudian melepaskan kendali itu ke dalam tangan Bapa yang kasih setia-Nya jauh lebih besar daripada penghukuman-Nya. Marilah kita belajar dari kegagalan Daud, tetapi terutama dari pertobatan dan kepercayaannya yang menghadirkan belas kasihan Tuhan bagi banyak orang.
.jpg)
Komentar
Posting Komentar