Yeremia 1 Part 2 tentang "Berani menghadapi ketidakbenaran" Seri Nabi Besar by Febrian

29 September 2025

Image by Freepik.com

Yeremia 1 Part 2 tentang "Berani menghadapi ketidakbenaran" Seri Nabi Besar  

Shaloom Bapak Ibu Saudara/i yang terkasih dalam Kristus Yesus. Dalam Kesempatan ini kita akan merenungkan bersama mengenai "Berani menghadapi ketidakbenaran dengan iman". Semoga kita semua bisa mendapat berkat dari firman Tuhan tersebut. 
Tuhan Yesus memberkati. 

Yeremia 1:1-19 <-- Klik untuk membaca keseluruhan pasal

Yeremia 1:13-19

Firman TUHAN datang kepadaku untuk kedua kalinya, bunyinya: 

"Apakah yang kaulihat?

Jawabku: 

"Aku melihat sebuah periuk yang mendidih; datangnya dari sebelah utara." 

Lalu firman TUHAN kepadaku: 

"Dari utara akan mengamuk malapetaka menimpa segala penduduk negeri ini. Sebab sesungguhnya, Aku memanggil segala kaum kerajaan sebelah utara, demikianlah firman TUHAN, dan mereka akan datang dan mendirikan takhtanya masing-masing di mulut pintu-pintu gerbang Yerusalem, dekat segala tembok di sekelilingnya dan dekat segala kota Yehuda. 

Maka Aku akan menjatuhkan hukuman-Ku atas mereka, karena segala kejahatan mereka, sebab mereka telah meninggalkan Aku, dengan membakar korban kepada allah lain dan sujud menyembah kepada buatan tangannya sendiri. 

Tetapi engkau ini, baiklah engkau bersiap, bangkitlah dan sampaikanlah kepada mereka segala yang Kuperintahkan kepadamu. Janganlah gentar terhadap mereka, supaya jangan Aku menggentarkan engkau di depan mereka! 

Mengenai Aku, sesungguhnya pada hari ini Aku membuat engkau menjadi kota yang berkubu, menjadi tiang besi dan menjadi tembok tembaga melawan seluruh negeri ini, menentang raja-raja Yehuda dan pemuka-pemukanya, menentang para imamnya dan rakyat negeri ini. Mereka akan memerangi engkau, tetapi tidak akan mengalahkan engkau, sebab Aku menyertai engkau untuk melepaskan engkau, demikianlah firman TUHAN." 

Dari ayat bacaan di atas, dapat kita uraikan sebagai berikut:

1. Firman Allah digenapi

Yeremia 1:13-19 berisi penglihatan “periuk yang mendidih dari utara” (ayat 13-14). Nubuat ini menunjuk kepada serangan bangsa dari utara yang akan menimpa Yehuda. Secara historis, hal ini digenapi dengan datangnya bangsa Babel di bawah pimpinan Nebukadnezar II. Meskipun Babel terletak di timur Mesopotamia, jalur militer menuju Yehuda secara praktis melewati wilayah utara (Siria), sehingga disebut “dari utara.”

Penggenapan utama terjadi ketika Babel menyerang Yehuda dalam tiga tahap:

  • Tahun 605 SM: Nebukadnezar mengalahkan Mesir di Karkemis dan menundukkan Yehuda (2 Raja-raja 24:1).
  • Tahun 597 SM: Penyerbuan kedua, ketika Raja Yoyakhin ditawan bersama kaum bangsawan Yehuda.
  • Tahun 586 SM: Yerusalem dihancurkan total, Bait Allah diruntuhkan, dan banyak orang Yehuda diangkut ke pembuangan di Babel.

Jadi, nubuat Yeremia tentang “serangan dari utara” terwujud secara nyata dalam peristiwa sejarah penaklukan Babel atas Yehuda, khususnya kehancuran Yerusalem tahun 586 SM.

2. Penjelasan teologis

Prof. John Bright, Ph.D. dalam bukunya Jeremiah (Anchor Bible Commentary, 1965) menjelaskan, bahwa simbol periuk mendidih menunjuk pada ketidakstabilan politik internasional pada masa itu. Ia menegaskan bahwa bagi Yeremia, kehancuran dari utara bukan sekadar peristiwa geopolitik, tetapi instrumen penghakiman Allah atas ketidaksetiaan Yehuda.

Prof. J.A. Thompson, D.Litt. dalam karyanya The Book of Jeremiah (New International Commentary on the Old Testament, 1980) menekankan, bahwa Babel dipakai Allah sebagai alat hukuman, meskipun mereka sendiri bangsa yang jahat. Bagi Thompson, hal ini menunjukkan misteri kedaulatan Allah yang memakai bangsa kafir untuk melaksanakan rencana-Nya terhadap umat-Nya.

Prof. Walter Brueggemann, Ph.D. dalam A Commentary on Jeremiah: Exile and Homecoming (Eerdmans, 1998) menggarisbawahi aspek teologi perjanjian. Menurutnya, serangan dari utara adalah konsekuensi dari pelanggaran Israel terhadap perjanjian. Tetapi nubuat Yeremia tidak berhenti pada hukuman—Allah juga tetap menjanjikan pemulihan setelah masa penghakiman selesai.

Dengan demikian, dari sisi teologi, serangan dari utara tidak semata-mata dilihat sebagai invasi politik, tetapi sebagai tindakan penghakiman Allah terhadap ketidaksetiaan umat-Nya, sekaligus bagian dari rencana-Nya yang lebih luas untuk memurnikan dan kemudian memulihkan Israel.

3. Makna rohani bagi kita di zaman sekarang

Penglihatan Yeremia tentang “periuk yang mendidih dari utara” mengingatkan kita bahwa ancaman terhadap kehidupan umat sering datang dari luar dan terkadang tak terduga. 

Di zaman sekarang, “serangan” itu tidak selalu berupa tentara fisik: bisa berbentuk krisis ekonomi, pandemi, korupsi sistemik, tekanan budaya, atau konflik sosial yang melemahkan keadaban. Bagi orang beriman, peristiwa-peristiwa tersebut dipahami bukan semata sebagai kebetulan politik, melainkan sebagai panggilan untuk tetap setia pada hukum Tuhan dan hidup benar

Para Theolog terkenal mengatakan:

J. A. Thompson dan Walter Brueggemann: "hukuman yang datang seringkali menjadi sarana pemurnian dan pembentukan kembali komunitas yang setia kepada perjanjian Tuhan."

Dalam praktiknya, panggilan itu berarti beberapa hal konkret: 

  • Kesetiaan pada integritas: ketika sistem atau lingkungan menggiurkan praktik tidak jujur, orang percaya dipanggil untuk menahan diri, bersaksi dengan kebenaran, dan menegakkan keadilan. 
  • Keberanian menghadapi ketidakadilan: nubuat Yeremia menuntut keberanian profetis—berani berkata benar, mengadvokasi yang tertindas, dan tidak menyerah pada rasa takut. 
  • Pengharapan yang berorientasi pemulihan: sekalipun mengalami kehilangan atau malu, umat diingatkan bahwa pemulihan adalah tujuan Allah, sehingga tindakan kita harus membangun kembali, memulihkan martabat, dan menumbuhkan kehidupan sehat bagi sesama.

Tentu, ini adalah contoh kisah nyata yang realistis dan kontekstual mengenai penerapan makna rohani dari Yeremia 1:13-19 dalam kehidupan sehari-hari saat ini, dikaitkan dengan pokok-pokok renungan yang Anda berikan.

Kisah Nyata: "Periuk Mendidih" dalam Krisis Integritas

Latar Belakang

Ada seorang manajer proyek junior di sebuah perusahaan konstruksi swasta yang cukup besar. Kita sebut saja namanya "Budi". Perusahaan tersebut memenangkan banyak tender proyek pemerintah. Persaingan ketat menuntut untuk mendapatkan dan mempertahankan kontrak sangat tinggi, dengan berbagai "cara". Di sinilah mulainya "Periuk yang Mendidih" (Ancaman dari Utara) terjadi bagi Budi.  

Ancaman yang datang pada Budi bukanlah ancaman secara fisik saja, namun ancaman "godaan", untuk melakukan korupsi secara sistemik dan terstruktur. Selain itu ada juga tekanan moral dari budaya bisnis di mana tidak etis bagi seorang bawahan menentang perintah atasan, di lingkungan kerjanya. 

Proyek yang dikelola Budi itu, memiliki anggaran yang memang dialokasikan untuk "biaya tak terduga" yang pada dasarnya merupakan dana pelicin dalam rangka mempercepat proses perizinan di beberapa instansi Pemerintah. Atasan Budi secara eksplisit memintanya terlibat dalam pengurusan izin tersebut serta jika diperlukan dapat memalsukan beberapa tanda terima dan laporan penggunaan dana di sektor tersebut.

Namun, Budi adalah orang beriman yang taat pada firman Tuhan. Ia teringat pada prinsip iman dan renungan tentang Yeremia di atas. Budi jadi memahami bahwa "periuk yang mendidih" itu adalah ujian bagi imannya yang sedang dihadapinya saat itu. Ia saat itu ditantang untuk dapat menahan diri dan tetap tegak dalam kebenaran. Ini tidak mudah karena ini dapat menimbulkan konflik.

Jadi Budi kemudian berdoa dan mendapat hikmat Tuhan untuk tidak langsung menolak perintah tersebut secara frontal, yang mungkin akan membahayakan kariernya. Sebaliknya, ia mengambil langkah yang lebih halus namun tetap berdiri dalam kebenaran. Ia mengirimkan email resmi kepada atasannya tersebut, yang menyatakan bahwa ia hanya dapat memproses pengeluaran dengan bukti dan dokumentasi yang valid sesuai prosedur operasional standar (SOP) perusahaan. Ia dengan bahasa yang sopan menolak menandatangani dokumen palsu, dengan alasan “risiko audit dan hukum bagi perusahaan dan diri saya pribadi.” Budi memilih melindungi integritasnya meskipun tahu itu pasti akan membuat atasannya meradang.

Betul sekali, ternyata kemudian tindakan tersebut Budi memicu reaksi keras dari atasannya, yang kemudian mengucilkannya dari rapat-rapat penting dan juga memberikan penilaian kinerja yang buruk secara personalia. Ini adalah dampak  ketidakadilan akibat menegakkan kebenaran yang Budi hadapi.

Di sisi lain, ternyata atasan Budi itu juga menindas staf-staf teknis di lapangan, memaksa mereka lembur, namun menunda pembayaran lembur mereka. Jadi menggunakan keberanian dari Tuhan, Budi tidak tinggal diam. Ia mulai mendokumentasikan semua komunikasi (email, chat) terkait penolakan integritas nya sendiri, serta juga mengumpulkan bukti tentang penindasan terhadap rekan-rekannya (anonim). 

Setelah itu kemudian ia memberanikan diri menggunakan saluran rahasia milik bagian Personalia, yaitu fasilitas pelaporan whistleblowing system, untuk melaporkan pola penyimpangan tersebut. Dengan niat memperjuangkan keadilan, sertamenolong orang yang tertindas, Budi tidak menyerah pada rasa takut akan kehilangan pekerjaannya. Ia yakin, selama Ia berdiri dalam kebenaran, Tuhan pasti akan melindunginya.

Budi menyadari, jika ia memilih untuk frontal melawan, ia mungkin akan kehilangan pekerjaan, tetapi ia berpegang pada pengharapan akan terjadinya pemulihan di kantornya, bukan hanya bagi dirinya, tetapi bagi penegakan sistem perusahaan yang sehat.

Jadi setelah itu, Budi terpaksa harus melalui masa yang sulit, antara lain diinterogasi HRD, dicurigai oleh beberapa orang atasan lain, ternyata laporannya memicu dilakukannya audit investigasi internal. Jadi pada akhirnya, meskipun atasannya tidak langsung dipecat, kebijakan baru diterapkan dalam rangka pengawasan dana proyek. 

Budi kemudian dipindahtugaskan ke divisi lain yang lebih kecil namun terbebas dari risiko serupa. Ia menerima pemindahan tersebut sebagai kesempatan untuk membangun kembali dan menumbuhkan kehidupan sehat di lingkungan kerjanya yang baru. Sekalipun berat, namun di kalangan rekan-rekannya, Budi menjadi teladan bahwa memilih kebenaran, meskipun menyakitkan, akan membawa pada pemurnian, seperti yang dikatakan oleh para teolog.

Kisah Budi tersebut, menunjukkan bagaimana "periuk mendidih" di zaman modern adalah tekanan etika dan korupsi. Respons rohani yang nyata adalah tindakan kecil namun tegas dalam kesetiaan, keberanian, dan fokus pada pemulihan kebenaran, bukan sekadar kemenangan pribadi.

Kiranya Tuhan Yesus memberkati kita semua.

Sebab Allah memberikan kepada kita
bukan roh ketakutan
melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih
dan ketertiban.

2 Timotius 1:7 (TB)

Amin.

Komentar