Yesaya 30 Part 3 tentang Hukuman Allah atas para musuh Seri Nabi Besar by Febrian
01 Agustus 2025
Yesaya 30 Part 3 tentang Hukuman Allah atas para musuh Seri Nabi Besar
Yesaya 30 [TB-LAI] <-- Klik untuk membaca seluruh pasal
Pada bagian ini kita akan membahas bagian terakhir dari Yesaya 30 tersebut di atas, sebagai berikut:
Yesaya 30:27-33 [TB2-LAI]
Hukuman Allah atas Asyur
Nubuat Nabi Yesaya menegur keras bangsa Yehuda karena ketidakpercayaannya kepada TUHAN.
Secara historis, latar belakang dari Yesaya 30 secara keseluruhan adalah periode menjelang invasi Asyur, ketika bangsa Yehuda berusaha mencari bantuan militer dari Mesir. Para pemimpin Yehuda, alih-alih bertobat dan berserah kepada TUHAN, justru mengandalkan kekuatan politik luar. Maka, dari ayat 27 sampai 33, TUHAN menyampaikan penglihatan tentang kedatangan-Nya secara dahsyat untuk menghukum Asyur, musuh besar Yehuda saat itu, sekaligus memperingatkan umat-Nya agar tidak terus-menerus mencemooh firman-Nya.
Gambaran tentang TUHAN yang datang "dari tempat yang jauh" dengan "murka yang menyala-nyala" adalah suatu penggambaran teofani—penyataan kehadiran Allah dalam bentuk yang luar biasa dan menakutkan.
Menurut John N. Oswalt dalam komentarnya The Book of Isaiah, ini adalah bentuk literatur puitis yang kuat dan disengaja untuk membangkitkan rasa gentar, mengingatkan pembaca akan kekudusan TUHAN yang tak bisa ditawar. Bibir penuh amarah, lidah seperti api, dan nafas seperti sungai melanda, adalah simbol dari keadilan dan penghakiman-Nya yang pasti. Semua elemen ini menyerukan bahwa TUHAN tidak tinggal diam terhadap kejahatan dan kesombongan manusia.
Menurut Edward J. Young, seorang teolog Reformed klasik, kata-kata ini menunjukkan bahwa TUHAN sendiri akan menjadi pelaku penghukuman, bukan hanya mengizinkan musuh melakukan tugas itu. Ia menggunakan istilah seperti “tongkat penghajar” dan “tempat pembakaran yang disiapkan sejak dahulu” untuk menggambarkan kesengajaan dan kepastian penghukuman Allah terhadap Asyur, yang di sepanjang kitab Yesaya digambarkan sebagai alat TUHAN namun akhirnya juga harus dihukum karena kesombongan mereka sendiri.
Ayat 29 menunjukkan kontras dramatis—ketika TUHAN menghukum musuh, umat-Nya akan menyanyi seperti dalam perayaan. Ini mencerminkan tema besar dalam Alkitab, yakni bahwa keadilan Allah membawa kelegaan bagi umat-Nya. Menurut Alec Motyer, ayat ini menekankan bahwa keselamatan tidak hanya berarti kelepasan dari ancaman fisik, tetapi juga perayaan karena kehadiran TUHAN yang membela umat-Nya.
Ayat 33 berbicara tentang "Tophet", tempat pembakaran yang dalam tradisi Perjanjian Lama dikaitkan dengan lembah Ben-Hinom—tempat pembakaran korban, yang kemudian menjadi simbol penghukuman kekal. Tafsiran modern sepakat bahwa ini merujuk pada tempat simbolis bagi raja Asyur yang sombong. Dengan kata lain, bahkan penguasa dunia yang paling kuat pun tidak luput dari penghakiman Allah. Nafas TUHAN yang seperti sungai belerang melambangkan penghukuman yang menghanguskan dan tak dapat dipadamkan.
Secara keseluruhan, Yesaya 30:27–33 adalah deklarasi keagungan dan kekudusan TUHAN yang akan turun tangan secara langsung untuk membela umat-Nya dan menghancurkan musuh-musuh yang congkak. Pesan ini juga menyiratkan bahwa jalan keluar dari krisis bukanlah aliansi politik, tetapi pertobatan dan ketundukan kepada TUHAN.
Murka TUHAN bukan murka yang sembarangan, melainkan murka adil dari Allah yang menegakkan kebenaran. Umat Allah dipanggil untuk bersukacita bukan karena kekuatan mereka sendiri, melainkan karena TUHAN yang turun tangan atas nama mereka. Bagian ini mengajarkan kita bahwa penghakiman Allah itu pasti, namun bagi umat yang percaya, kehadiran-Nya justru menjadi sumber penghiburan dan kemenangan.
Hal yang dapat kita renungan dari Yesaya 30 bagi kita di zaman modern ini mengajarkan bahwa TUHAN tidak tinggal diam terhadap kejahatan, ketidakadilan, atau penindasan. Ketika seseorang merasa tertindas, difitnah, disakiti, atau bahkan menjadi korban bullying, ayat-ayat ini menegaskan bahwa Allah bukan hanya melihat, tetapi juga akan bertindak pada waktu-Nya. Gambaran TUHAN yang datang dari tempat yang jauh dengan murka yang menyala adalah gambaran Allah yang membela umat-Nya dengan kekuatan penuh, bukan dengan kelembutan semata, tetapi dengan kuasa ilahi yang menegakkan keadilan.
Mungkin saat ini banyak orang merasa sendirian dalam penderitaan—tidak didengar, tidak dimengerti, bahkan dipermainkan oleh dunia yang kejam. Namun firman ini mengingatkan bahwa ada satu Pribadi yang tidak bisa dipermainkan: TUHAN semesta alam. Ia mengenal setiap air mata yang jatuh diam-diam, setiap luka hati yang disembunyikan, dan setiap tuduhan palsu yang menghancurkan reputasi. Ia akan bertindak. Mungkin bukan dalam bentuk langsung yang kita harapkan, tetapi pasti dalam kebenaran dan waktu-Nya yang sempurna.
Karena itu, bagi siapa pun yang sedang menghadapi ketidakadilan, jangan putus asa. TUHAN tidak buta terhadap perlakuan dunia. Ia sedang mempersiapkan pembelaan, seperti Ia mempersiapkan penghukuman atas Asyur yang arogan. Dan seperti umat-Nya yang akan bernyanyi dalam sukacita karena pertolongan-Nya, demikian pula kita kelak akan menyaksikan bahwa TUHAN adalah benteng yang tidak tergoyahkan, tempat perlindungan bagi yang tertindas, dan sumber kelegaan bagi jiwa yang berseru kepada-Nya. Tetaplah bersandar pada-Nya—Ia tidak akan pernah mengecewakan.
Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN,
yang menaruh harapannya pada TUHAN!
Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air,
yang merambatkan akar-akarnya ke batang air.
Yeremia 17:7–8a
Amin.
Komentar
Posting Komentar