18 Juli 2025

Yesaya 22 Tentang "“Peringatan dari Tuhan: Jangan Abaikan Panggilan-Nya dan Belajarlah Memimpin dengan Hati" Seri Nabi Besar
Shaloom Bapak Ibu Saudara/i yang terkasih dalam Kristus Yesus. Dalam
Kesempatan ini kita akan merenungkan bersama mengenai ucapan ilahi terhadap
Yerusalem dan kejadian yang berkaitan dengan Sebna dan Elyakim. Semoga kita
semua bisa mendapat berkat dari firman Tuhan tersebut. Kiranya Tuhan Yesus
memberkati.
1. Ucapan Ilahi Terhadap Yerusalem
Yesaya 22:1-14
Ucapan ilahi terhadap "Lembah Penglihatan":
Ada apa dengan kamu, sehingga semua pendudukmu naik ke sotoh-sotoh rumah,
hai kota yang penuh keriuhan dan keributan,
hai kota yang bersorak-sorai? Orang-orangmu yang mati terbunuh bukan
terbunuh oleh pedang, dan bukan pula gugur dalam perang.
Semua panglimamu melarikan diri bersama-sama, mereka tertawan tanpa lepasan
anak panah; semua yang tertangkap ditawan bersama-sama, biarpun mereka sudah
lari jauh-jauh.
Nabi Yesaya bernubuat mengenai Yerusalem bangsa Israel yang tidak setia
kepada Tuhan. Mereka akan melarikan diri ketakutan, namun tertangkap dan
dijadikan tawanan. Nabi Yesaya menyampaikan bahwa Yerusalem akan menjadi
kacau, sekalipun para panglimanya melarikan diri dan tertawan, namun
rakyatnya bersorak-sorai tanpa menyadari bahaya yang sedang mengancam
mereka.
Nubuat dalam Yesaya 22:1–3 digenapi secara nyata dalam kehancuran
Yerusalem oleh Babel pada 586 SM, saat pemerintahan Raja Zedekia. Kota
yang semula penuh keriuhan menjadi sunyi karena ditinggal rakyatnya yang
tertawan dan binasa. Para panglimanya melarikan diri tapi tetap ditangkap
tanpa perlawanan berarti, tepat seperti yang digambarkan oleh nabi
Yesaya.
Sebab itu aku berkata: "Alihkanlah pandangmu dari aku, biarkanlah aku
menangis dalam kepahitan; janganlah bersusah payah menghibur aku oleh
karena kebinasaan putri bangsaku."
Sebab hari kegemparan, penaklukan, dan kekacauan didatangkan oleh Tuhan,
ALLAH Semesta Alam: di "Lembah Penglihatan" terdengar robohnya tembok dan
teriakan minta tolong sampai ke gunung!
Elam telah memasang tabung panah, mengendarai kereta dengan tentara
berkuda, dan Kir mengeluarkan perisai.
Lembah-lembahmu yang paling indah penuh dengan kereta dan tentara berkuda,
mereka berbaris menghadap pintu gerbang. Tuhan melucuti perlindungan
Yehuda.
Pada waktu itu, engkau memandang kepada perlengkapan senjata di "Gedung
Hutan".
Kamu melihat betapa banyaknya retak-retak pada tembok kota Daud, dan kamu
mengumpulkan air di Kolam Bawah; rumah-rumah di Yerusalem kamu hitung, dan
kamu merobohkan rumah-rumah itu untuk memperkokoh tembok; tempat
pengumpulan air kamu buat di antara kedua tembok itu untuk menampung air
dari kolam yang lama;
tetapi kamu tidak memandang kepada Dia yang membuatnya, dan tidak melihat
kepada Dia yang telah membentuknya sejak dahulu.
Pada waktu itu, Tuhan, ALLAH Semesta Alam, menyerukan agar orang menangis
dan meratap, menggunduli kepala dan melilitkan kain kabung; tetapi lihat,
yang ada malah kegirangan dan kegembiraan, orang membantai lembu dan
menyembelih domba, makan daging dan minum anggur, sambil berseru, "Marilah
kita makan dan minum, sebab besok kita mati!"
Namun, TUHAN Semesta Alam telah menyatakan diri-Nya di telingaku:
"Sungguh, kesalahanmu ini tidak akan diampuni, sampai kamu mati,"
firman Tuhan, ALLAH Semesta Alam.
Bagian ini masih merupakan kelanjutan dari nubuatan tentang kehancuran
Yerusalem oleh Babel pada tahun 586 SM. Beberapa elemen penggenapannya
antara lain:
1. Teriakan minta tolong dan robohnya tembok
Digenapi dalam Yeremia 39 dan 2 Raja-raja 25, saat tembok kota Yerusalem
dibobol dan rakyat panik melarikan diri.
2. Disebutnya Elam dan Kir
Elam (di wilayah Persia) dan Kir (kemungkinan di Mesopotamia utara)
adalah simbolisasi pasukan-pasukan asing yang ikut serta dalam koalisi
tentara Babel. Mereka mencerminkan bahwa ancaman ini berskala luas dan tak
dapat ditahan oleh kekuatan Yehuda.
3. Pemusatan pada usaha manusiawi tanpa pertobatan
Yerusalem berusaha memperkuat pertahanannya: memperbaiki tembok,
mempersiapkan air, bahkan menghancurkan rumah sendiri untuk bahan bangunan
— namun tanpa berbalik kepada Tuhan (ayat 11). Ini paralel dengan Yeremia
2:13, “Umat-Ku meninggalkan Aku, sumber air hidup.”
4. Respons umat: bersukaria, bukan bertobat
Saat Tuhan menyerukan pertobatan dengan berkabung dan mengenakan kain
kabung (simbol ratapan nasional), umat justru berpesta pora dalam semangat
fatalisme: “Marilah kita makan dan minum, sebab besok kita mati!”
Hal ini dikutuk langsung oleh TUHAN sebagai dosa yang tidak akan diampuni
— artinya hukuman itu pasti datang, tak dapat ditawar lagi.
Nubuat Yesaya 22:4–14 menggambarkan secara mendalam reaksi emosional nabi
Yesaya terhadap malapetaka yang akan menimpa Yerusalem. Ia menangis dalam
kepedihan karena melihat "putri bangsaku" — yakni Yerusalem — menuju
kebinasaan. Nubuatan ini mengacu pada kehancuran total kota dan sistem
pertahanannya, dan mengungkapkan kemarahan Tuhan atas ketidaktaatan
umat-Nya.
Perikop ini menggambarkan kehancuran Yerusalem bukan sekadar sebagai
peristiwa politik, melainkan sebagai penghakiman ilahi atas bangsa yang
tidak bertobat. Upaya manusiawi mereka untuk menyelamatkan diri
(pertahanan kota, cadangan air, dll.) gagal total karena mereka tidak
mencari Allah.
Yerusalem jatuh ke tangan Babel pada 586 SM (2 Raj 25; Yer 39; 2 Taw
36). Tembok dihancurkan, Bait Allah dibakar, dan para pemimpin diangkut ke
Babel. Zedekia ditangkap setelah melarikan diri, lalu dibutakan dan
diasingkan.
2. Tentang Sebna dan Elyakim
Yesaya 22:15-25
Beginilah firman Tuhan, ALLAH Semesta Alam:
"Pergilah kepada kepala istana ini, hadapilah Sebna yang mengurus istana:
Apa urusanmu di sini? Siapa nenek moyangmu di sini, sampai engkau menggali
kubur bagimu di sini, hai yang menggali kubur di tempat tinggi, yang
memahat kediaman di bukit batu?
Sesungguhnya, TUHAN akan melontarkan engkau jauh-jauh, hai orang kuat! Ia
akan mencengkeram engkau kuat-kuat dan menggulung engkau keras-keras
menjadi gulungan dan menggulingkan engkau seperti bola ke tanah yang
terbentang luas; di situlah engkau akan mati, dan di situlah terdapat
kereta-kereta kebesaranmu, hai engkau aib keluarga tuanmu!
Aku akan melemparkan engkau dari jabatanmu, dan dari kedudukanmu engkau
akan dijatuhkan.
Pada waktu itu, Aku akan memanggil hamba-Ku, Elyakim bin Hilkia:
Jubahmu akan Kukenakan kepadanya, ikat pinggangmu akan Kuikatkan padanya,
dan kekuasaanmu akan Kuserahkan ke dalam tangannya;
ia akan menjadi bapa bagi penduduk Yerusalem dan bagi kaum Yehuda.
Aku akan menaruh kunci rumah Daud di atas bahunya:
apabila ia membuka, tidak ada yang dapat menutup;
apabila ia menutup, tidak ada yang dapat membuka.
Aku akan menancapkan dia seperti patok pada tembok yang kokoh
sehingga ia akan menjadi kursi kebesaran bagi kaum keluarganya.
Padanya akan digantungkan segala tanggungan kaum keluarganya:
tunas dan taruk, segala perlengkapan yang kecil, dari cawan sampai periuk
belanga.
Pada waktu itu, demikianlah firman TUHAN Semesta Alam, patok yang
ditancapkan kuat-kuat pada tembok yang kokoh itu tidak akan kuat lagi,
sehingga patah dan jatuh, dan segala tanggungannya itu hancur.
Sungguh, TUHAN telah mengatakannya."
Bagian Yesaya 22:15–25 merupakan kelanjutan nubuat terhadap Yerusalem, namun
dengan fokus khusus pada dua tokoh penting istana: Sebna, pejabat tinggi
istana yang sombong, dan Elyakim, yang akan menggantikannya dengan
integritas dan otoritas dari TUHAN.
Siapakah Sebna dan Elyakim?
Sebna adalah kepala istana (semacam perdana menteri) pada zaman Raja Hizkia
(lih. Yesaya 36:3), tetapi dalam bagian ini TUHAN mengecam dia karena
kesombongannya, terutama karena ia membangun makam mewah untuk dirinya
sendiri seolah-olah hidupnya tak akan berakhir.
Elyakim bin Hilkia adalah pejabat lain yang akan diangkat TUHAN untuk
menggantikan Sebna karena kesetiaannya dan kerendahan hatinya.
Dalam Yesaya 22:15–25 kita menemukan sebuah kontras tajam antara dua tokoh
penting: Sebna dan Elyakim. Keduanya adalah pejabat tinggi pada zaman Raja
Hizkia, namun memiliki karakter dan nasib yang sangat berbeda. Melalui
peristiwa ini, Tuhan menyampaikan pesan yang lebih besar tentang jenis
pemimpin yang berkenan di hadapan-Nya, dan bahkan lebih jauh lagi, menunjuk
kepada penggenapan rohani dalam diri Mesias.
Sebna adalah contoh pemimpin yang memakai kekuasaannya untuk kepentingan
pribadi. Ia menggali kubur bagi dirinya di tempat tinggi, menciptakan simbol
keagungan dan keabadian bagi dirinya sendiri, padahal ia hanyalah manusia
fana. Tindakan ini menunjukkan kesombongan dan rasa aman palsu yang tidak
bersandar kepada Allah. Karena itu, Tuhan menjatuhkan vonis yang berat
atasnya: ia akan dilontarkan dari jabatannya, diasingkan, dan akhirnya mati
dalam kehinaan. Jabatan yang ia banggakan tidak menjadi warisan mulia,
melainkan aib bagi keluarganya.
Berbeda dengan itu, Elyakim dipilih langsung oleh Allah untuk menggantikan
Sebna. Ia disebut sebagai hamba-Ku, gelar yang menunjukkan kedekatan dan
kepercayaan Allah kepadanya. Ia diberi jubah dan ikat pinggang, tanda resmi
pengangkatan, dan yang paling penting, ia dipercayakan kunci rumah Daud. Ini
adalah simbol otoritas yang sah dan mutlak. Elyakim akan menjadi bapa bagi
Yerusalem dan Yehuda, seorang pemimpin yang merawat, melindungi, dan
membimbing umat.
Namun pada akhirnya, bahkan Elyakim sebagai manusia tetap memiliki
keterbatasan. Di ayat terakhir, dikatakan bahwa patok yang kokoh itu pun akan
patah dan jatuh, dan segala tanggungan yang bergantung padanya akan hancur.
Ini adalah pengingat bahwa sebaik apa pun seorang pemimpin, jika hanya
mengandalkan kekuatan manusiawi, ia tetap tidak sempurna dan tidak dapat
menopang beban seluruh umat.
Di sinilah kita melihat bayangan menuju pribadi yang lebih agung: Yesus
Kristus. Dalam Wahyu 3:7, Yesus digambarkan sebagai yang memegang kunci
Daud—menggenapi gambaran dari Elyakim, namun dalam wujud yang sempurna dan
kekal. Ketika Ia membuka, tidak ada yang bisa menutup; ketika Ia menutup,
tidak ada yang bisa membuka. Ia adalah pemimpin yang tidak hanya diberi kuasa,
tetapi yang memiliki kuasa itu secara ilahi dan mutlak. Dialah satu-satunya
yang bisa menopang seluruh beban umat manusia tanpa goyah.
Renungan ini mengajak kita untuk memeriksa hati kita, terutama jika kita
diberi tanggung jawab atau kepemimpinan. Apakah kita seperti Sebna, membangun
kehormatan diri sendiri dan melupakan Tuhan? Ataukah kita seperti Elyakim,
bersedia menjadi saluran berkat bagi orang lain, meski tahu bahwa kita tetap
terbatas? Namun yang paling penting, apakah kita telah menyerahkan hidup kita
sepenuhnya kepada Kristus, Sang Pemegang Kunci Daud, yang tidak akan pernah
mengecewakan umat-Nya?
Segala bentuk kekuasaan dan pengaruh di dunia ini bersifat sementara. Hanya
dalam Yesus kita menemukan pemimpin sejati yang kekal, yang bukan saja
memerintah dengan adil, tetapi juga menebus dan memelihara kita dengan kasih
yang tidak berkesudahan.
Yesaya 22 menampilkan teguran keras Tuhan kepada Yerusalem, yang dalam
situasi krisis justru mencari hiburan dan mengabaikan panggilan pertobatan.
Mereka menikmati pesta di tengah kehancuran, tanpa menyadari bahwa itu
menambah murka Allah. Selanjutnya, tokoh Sebna menjadi lambang pemimpin yang
arogan dan mementingkan diri sendiri, sedangkan Elyakim menggambarkan
pemimpin yang setia dan diberi tanggung jawab besar. Namun bahkan Elyakim,
meski baik, tidak sempurna—hanya Kristus yang menjadi "patok yang tidak akan
patah", satu-satunya pemimpin sejati yang membuka dan menutup dengan
otoritas ilahi. Pesan pasal ini mengajak kita meninggalkan keangkuhan
rohani, bertobat, dan bersandar sepenuhnya kepada Mesias yang dijanjikan.
Janganlah orang bijak bermegah karena kebijaksanaannya,
janganlah orang kuat bermegah karena kekuatannya,
janganlah orang kaya bermegah karena kekayaannya,
tetapi siapa yang mau bermegah, baiklah ia bermegah karena hal ini:
Yeremia 9:23–24
Amin.
Komentar
Posting Komentar