Yesaya 6 - tentang "Pengutusan Yesaya sebagai Nabi Allah dan lahirnya tunas yang kudus" - Seri Nabi Besar by Febrian
29 Juni 2025
Yesaya 6 - tentang "Pengutusan Yesaya sebagai Nabi Allah dan lahirnya tunas yang kudus" - Seri Nabi Besar by Febrian
Shaloom Bapak Ibu Saudara/i yang terkasih dalam Kristus Yesus. Dalam Kesempatan ini kita akan merenungkan bersama mengenai pengutusan Yesaya sebagai Nabi Allah dan lahirnya tunas yang kudus di antara bangsa Yehuda. Semoga kita semua bisa mendapat berkat dari firman Tuhan tersebut. Kiranya Tuhan Yesus memberkati.
Yesaya 6:
Yesaya memulai tugasnya sebagai Nabi atau Pelihat Allah, bertepatan dengan tahun kematian raja Uzia (2 Tawarikh 26) atau disebut juga raja Azarya (2 Raja-raja 15), putera raja Amazia.
Raja Uzia (disebut juga Azarya) adalah raja Yehuda yang memerintah selama 52 tahun. Ia mulai memerintah sekitar 792 SM (sebagai raja muda bersama ayahnya) dan memerintah secara penuh dari sekitar 767 SM hingga 740 SM. Ia mati sekitar tahun 740 SM, setelah menderita penyakit kusta karena melanggar batas peran raja dan imam (2 Tawarikh 26:16–21).
Pada masa pengutusan Yesaya (740 SM), keadaan rohani bangsa Yehuda sangat rusak dan munafik. Beberapa cirinya: Ibadah lahiriah tetap berjalan (kurban, perayaan hari raya), tetapi hati mereka jauh dari Allah (Yesaya 1:11–15). Mereka hidup dalam ketidakadilan sosial, penindasan, kesombongan, dan penyembahan berhala.
Sungguh celaka bangsa yang berdosa, umat yang sarat dengan kesalahan, keturunan orang yang jahat-jahat, orang-orang yang berlaku busuk! Mereka meninggalkan TUHAN, menista Yang Maha Kudus, Allah Israel, dan berpaling membelakangi Dia. (Yesaya 1:4)
Keadaan mereka seperti pohon yang daunnya kering, hanya layak ditebang jika tidak bertobat.
Sebab kamu akan seperti pohon tarbantin yang daunnya layu dan seperti Taman tanpa air. (Yesaya 1:30)
Demikianlah Allah mengutus Yesaya untuk mengeraskan hati bangsa Israel:
Yesaya 6:9-10
Kemudian firman-Nya, "Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Kita?"
Sahutku, ini aku, utuslah aku!"
Kemudian firman-Nya, "Pergilah, dan katakanlah kepada bangsa ini:
Dengarkanlah sungguh-sungguh, tetapi kamu tidak akan mengerti! Lihatlah sungguh-sungguh, tetapi kamu tidak akan memahami!
Buatlah hati bangsa ini keras dan telinganya berat mendengar dan matanya melekat tertutup supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengeri dengan hatinya, lalu berbalik dan menjadi sembuh."
Mengapa Allah Mengeraskan Hati Israel?
Jika dilihat sekilas, maka seolah pengutusan Nabi Yesaya tersebut, bertentangan dengan sifat Illahi Allah Yang Maha Kasih. Seolah Allah kejam dengan tidak mengutus Yesaya untuk mempertobatkan bangsa Israel, melainkan justru agar hati mereka menjadi keras dan mereka tidak mengerti (ayat 9-10).
Sekilas itu adalah sebuah penghukuman ilahi yang mengerikan, namun ada beberapa alasan di baliknya:
1. Pemberontakan dan Ketidaktaatan yang Berulang
Sepanjang sejarah mereka, bangsa Israel telah berulang kali memberontak dan tidak taat kepada Tuhan. Meskipun Tuhan telah menunjukkan kasih setia-Nya dan mengirimkan banyak nabi, mereka terus-menerus menolak untuk bertobat.
Dalam konteks Yesaya 6, bangsa Yehuda (Kerajaan Selatan) sedang berada dalam kondisi moral dan spiritual yang sangat buruk. Mereka terlibat dalam penyembahan berhala, ketidakadilan sosial, dan kemunafikan agama. (2 Raja-raja 15).
Contoh: Bayangkan seorang anak yang terus-menerus tidak mendengarkan nasihat orang tuanya, meskipun sudah diberi banyak kesempatan dan peringatan. Pada akhirnya, orang tua mungkin berhenti menasihati dan membiarkan anak itu mengalami konsekuensi dari pilihannya sendiri.
2. Tujuan Penghakiman Allah
Kerasnya hati bangsa Israel adalah bagian dari penghakiman Tuhan atas dosa-dosa mereka yang terus-menerus. Dengan hati yang keras, mereka tidak akan mendengarkan firman Tuhan melalui Yesaya, dan ini akan membawa mereka pada kehancuran dan pembuangan ke Babel.
Penghakiman ini diperlukan untuk memurnikan umat Tuhan dan menunjukkan keadilan serta kedaulatan-Nya. (Ini berhubungan dengan Yesaya 6:11-12, di mana Yesaya bertanya sampai kapan dan Tuhan menjawab sampai kota-kota menjadi sunyi).
Ilustrasi: Seorang dokter mungkin harus melakukan operasi yang menyakitkan untuk mengangkat penyakit agar pasien bisa sembuh total. Penghakiman Tuhan, meskipun menyakitkan, seringkali memiliki tujuan pemurnian jangka panjang.
3. Menyisakan tunas yang Kudus
Meskipun mayoritas bangsa Israel akan memiliki hati yang keras dan mengalami penghakiman, Tuhan selalu memiliki "sisa" yang setia. Pengerasan hati ini juga berfungsi untuk memisahkan antara mereka yang benar-benar berbalik kepada Tuhan dan mereka yang tidak. Setelah masa penghakiman, sisa ini akan menjadi dasar bagi pemulihan di masa depan. (Ini berhubungan dengan Yesaya 6:13, "Namun di sana akan ada sepuluh bagian, dan itu akan kembali dimakan seperti pohon tarbantin atau pohon aras, yang masih memiliki tunggul ketika ditebang. Tunggul kudus akan menjadi benihnya.")
Contoh: Setelah sebuah kebakaran hutan yang hebat, meskipun banyak pohon hangus, ada benih-benih yang tetap bertahan di dalam tanah dan akan bertunas kembali, memulai kehidupan baru. Allah ingin memusnahkan semua orang yang menjadi racun bagi seluruh bangsa, agar Israel terselamatkan lagi di kemudian hari.
Dengan demikian, pengutusan Yesaya untuk mengeraskan hati bangsa Israel bukanlah tanda ketidakadilan Tuhan, melainkan bagian dari rencana-Nya yang lebih besar untuk penghakiman, pemurnian, dan pemulihan umat-Nya yang memberontak. Itu adalah konsekuensi serius dari penolakan mereka yang terus-menerus terhadap kasih dan peringatan Tuhan.
Mari kita bandingkan Murka Allah yang tergambar dalam Yesaya 6 dengan Yehezkiel 20:
Dalam Yesaya 6, murka Tuhan termanifestasi dalam bentuk pengutusan Yesaya untuk memberitakan firman yang akan mengeraskan hati bangsa Israel. Tujuan pengutusan ini bukan untuk pertobatan massal, melainkan agar mereka tidak mengerti dan tidak bertobat, sehingga hukuman atas dosa-dosa mereka bisa dilaksanakan (ayat 9-10). Ini adalah bentuk penghakiman yang sangat berat, di mana Tuhan menarik kembali anugerah pertobatan dan membiarkan mereka dalam kebutaan rohani mereka sendiri, yang pada akhirnya akan membawa kepada kehancuran (ayat 11-12).
- Pemberontakan di Mesir: Mereka menolak patuh pada hukum Tuhan dan menyembah berhala Mesir (ayat 7-8).
- Pemberontakan di Padang Gurun: Mereka tidak mengindahkan perintah-perintah Tuhan, tidak menghormati hari Sabat, dan terus mendambakan berhala (ayat 13, 16, 21, 24).
- Pemberontakan Generasi Berikutnya: Setiap generasi mengulangi dosa nenek moyang mereka, menajiskan nama Tuhan (ayat 27-31).
Akibatnya, Tuhan bersumpah akan mencurahkan amarah-Nya (ayat 8, 13, 21) dan
menyebarkan mereka di antara bangsa-bangsa (ayat 23). Meskipun demikian,
Yehezkiel 20 juga menunjukkan janji Tuhan untuk mengumpulkan kembali umat-Nya
di kemudian hari, bukan karena kebaikan mereka, melainkan demi nama-Nya yang
kudus (ayat 34, 44).
Persamaan Murka TUHAN:
- Respon Terhadap Pemberontakan Berulang: Baik dalam Yesaya 6 maupun Yehezkiel 20, murka Tuhan adalah konsekuensi langsung dari sejarah panjang dan berulang kali penolakan, ketidaktaatan, dan pemberontakan umat Israel terhadap perjanjian dan perintah-Nya. Dosa-dosa seperti penyembahan berhala, ketidakadilan, dan kemunafikan menjadi pemicunya. (Ini berhubungan dengan Yehezkiel 20:21, "Tetapi anak-anak itu memberontak terhadap Aku, mereka tidak hidup menurut ketetapan-Ku dan tidak melakukan peraturan-peraturan-Ku, yang jikalau manusia melakukannya, ia akan hidup olehnya; mereka menajiskan hari-hari Sabat-Ku.") Contoh: Sama seperti orang tua yang akhirnya marah dan menghukum anaknya setelah berulang kali dinasihati tetapi tetap tidak mau mendengarkan.
- Penghakiman yang Menjurus pada Kesusahan/Kehancuran: Kedua pasal ini menunjukkan bahwa murka Tuhan tidak hanya berupa ancaman, tetapi tindakan penghakiman yang nyata yang membawa pada konsekuensi yang menyakitkan. Dalam Yesaya 6, itu adalah kebutaan rohani dan kehancuran tanah. Dalam Yehezkiel 20, itu adalah pembuangan dan penyebaran di antara bangsa-bangsa. (Ini berhubungan dengan Yesaya 6:11-12, "Lalu kataku: "Sampai berapa lama, ya Tuhan?" Firman-Nya: "Sampai kota-kota telah runtuh menjadi puing-puing, tidak berpenghuni lagi, sampai rumah-rumah tidak ada orangnya, dan tanah menjadi reruntuhan.") Ilustrasi: Badai yang datang melanda sebuah kota yang telah lama mengabaikan peringatan akan kerusakan infrastruktur, akhirnya meruntuhkan bangunan-bangunan yang rapuh.
- Tujuan Pemurnian dan Penyingkapan Kedaulatan Tuhan: Meskipun murka, ada tujuan di baliknya. Baik Yesaya 6 dengan "sisa kudus" (ayat 13) maupun Yehezkiel 20 dengan janji pengumpulan kembali demi nama-Nya (ayat 44), menunjukkan bahwa Tuhan pada akhirnya akan memisahkan yang benar dari yang jahat dan menyatakan kemuliaan serta kedaulatan-Nya melalui proses ini. Ini bukan sekadar kemarahan tanpa tujuan, melainkan bagian dari rencana penebusan dan pemurnian-Nya. (Ini berhubungan dengan Yehezkiel 20:44, "Dan kamu akan mengetahui, bahwa Akulah TUHAN, apabila Aku berbuat sesuatu kepadamu oleh karena nama-Ku, dan tidak menurut perbuatanmu yang jahat atau perbuatanmu yang keji, hai kaum Israel," demikianlah firman Tuhan ALLAH.) Contoh: Tukang emas memanaskan emas dengan api yang sangat panas untuk menghilangkan kotoran dan memurnikannya.
Jadi Refleksi firman TUHAN di atas, dalam kehidupan kita zaman sekarang:
- Pemberontakan dan Ketidaktaatan yang Berulang: Jangan mengeraskan hati kita terhadap firman Tuhan, nasihat-nasihat-Nya, dan peringatan-peringatan-Nya. Menunda pertobatan atau mengulang dosa yang sama secara sengaja adalah resep untuk murka ilahi. (Ini berhubungan dengan Ibrani 3:7-8, "Karena itu, seperti yang dikatakan Roh Kudus: Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu seperti pada waktu mereka memberontak, pada hari pencobaan di padang gurun.") Contoh: Jika kita terus-menerus menunda pekerjaan penting sampai mendekati batas waktu, kita mungkin akan menghadapi konsekuensi seperti stres dan hasil yang tidak maksimal.
- Penyembahan Berhala Modern: Hindari menempatkan apapun di atas Tuhan—baik itu harta, karier, kesenangan, status sosial, atau bahkan keluarga—sehingga hal-hal tersebut menjadi "berhala" yang mengalihkan fokus dan kasih kita dari Tuhan yang sejati. (Ini berhubungan dengan 1 Yohanes 5:21, "Anak-anakku, jauhkanlah dirimu dari berhala-berhala.") Ilustrasi: Seseorang yang terlalu fokus pada mengejar kekayaan hingga mengabaikan kesehatan, keluarga, dan nilai-nilai moral.
- Kemunafikan dan Ketidakadilan: Hindari hidup dalam kemunafikan rohani, di mana penampilan luar berbeda dengan keadaan hati yang sebenarnya. Juga, hindari ketidakadilan dalam perlakuan terhadap sesama, terutama yang lemah dan rentan, karena Tuhan sangat membenci ketidakadilan. (Ini berhubungan dengan Matius 23:27-28, "Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi sebelah dalamnya penuh tulang belulang orang mati dan berbagai kotoran. Demikian jugalah kamu, di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi di sebelah dalam kamu penuh kemunafikan dan kedurjanaan.") Contoh: Sebuah organisasi yang di luar terlihat melakukan banyak kegiatan sosial, namun di dalamnya terjadi praktik korupsi.
II. Apa yang Harus Kita Laksanakan:
- Mendengarkan dan Menaati Firman Tuhan: Segera menanggapi firman Tuhan dengan ketaatan. Jangan menunda pertobatan dan perbaikan diri. Hati yang lembut dan responsif terhadap tuntunan Tuhan adalah kunci. (Ini berhubungan dengan Yakobus 1:22, "Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri.") Ilustrasi: Seorang pelajar yang segera mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru agar tidak menumpuk dan bisa belajar dengan tenang.
- Mencari Tuhan dengan Sepenuh Hati: Carilah Tuhan dengan segenap hati, pikiran, dan kekuatan kita. Prioritaskan hubungan kita dengan-Nya di atas segalanya. (Ini berhubungan dengan Matius 22:37-38, "Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama.") Contoh: Hubungan yang sehat membutuhkan waktu dan perhatian, bukan hanya sekedar basa-basi.
- Hidup dalam Kekudusan dan Keadilan: Berusaha untuk hidup kudus sesuai dengan standar Tuhan dan berlaku adil dalam segala interaksi kita dengan orang lain. Ini mencerminkan karakter Tuhan dan membawa kemuliaan bagi nama-Nya. (Ini berhubungan dengan Mikha 6:8, "Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut TUHAN daripadamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup rendah hati di hadapan Allahmu?") Ilustrasi: Seorang pemimpin yang membuat keputusan berdasarkan keadilan dan kesejahteraan banyak orang, bukan hanya kepentingan pribadi atau kelompoknya.
Komentar
Posting Komentar