Mazmur 149 dan Mazmur 150 "Nyanyian kemenangan bagi orang Israel" Seri Mazmur (Penutup) by God Himself

21 Juni 2025


Mazmur 149 dan Mazmur 150 "Nyanyian kemenangan bagi orang Israel" Seri Mazmur (Penutup)

Shaloom Bapak Ibu Saudara/i yang terkasih dalam Kristus Yesus, renungan kita hari ini mengakhiri Seri Mazmur sebanyak 150 pasal. Seluruh Seri Mazmur telah mengajar kita merenungkan betapa hidup manusia yang diungkapkan beberapa pemazmur, mengandung makna penderitaan, kesulitan hidup, teriakan permohonan kepada Allah, namun pada akhirnya ditutup dengan indah hari ini, yaitu Nyanyian kemenangan bagi orang Israel. Kita adalah orang Israel rohani yang telah ditebus oleh Darah Yesus Kristus Juru Selamat kita.

Kiranya seluruh rangkaian Seri Mazmur ini, dapat menjadi berkat buat kita semua. Tuhan Yesus memberkati. 

Mazmur 149:1-9

Nyanyian kemenangan bagi orang Israel 

Haleluya! 
Nyanyikanlah bagi TUHAN 
Nyanyian baru! 
Pujilah Dia dalam 
jemaah orang saleh.
Hendaklah Israel bersukacita 
atas Penciptanya, 
biarlah anak-anak Sion 
bersorak sorak atas raja mereka! 
Hendaklah mereka memuji-muji 
nama-Nya dengan tari-tarian, 
 hendaklah mereka bermazmur 
kepada-Nya dengan 
rebana dan kecapi! 
 Sebab TUHAN berkenan 
kepada umat-Nya, 
Ia memahkotai orang yang 
rendah hati dengan keselamatan. 
Hendaklah orang saleh 
beria-ria dalam kemuliaan, 
 Hendaklah mereka bersorak-sorai 
di atas tempat tidur mereka! 
Hendaklah mereka mengagungkan 
Allah dengan suara nyaring. 
dan dengan pedang bermata dua 
di tangan mereka, untuk melakukan 
pembalasan terhadap bangsa-bangsa, 
penghukuman terhadap suku-suku bangsa 
untuk membelenggu raja-raja 
mereka dengan rantai, 
dan para bangsawan 
mereka dengan tali besi, 
untuk melaksanakan terhadap 
mereka hukuman seperti yang tertulis. 
Itulah kehormatan bagi 
semua orang yang dikasihi-Nya. 

Mazmur 150:1-6 [TB2-LAI]

Haleluya! 

Haleluya! 

Pujilah Allah di 
tempat kudus-Nya!
Pujilah Dia di 
cakrawala-Nya yang kokoh! 
Pujilah Dia karena 
segala keperkasaan-Nya, 
pujilah Dia sesuai dengan 
kebesaran-Nya yang hebat! 
Pujilah Dia dengan 
tiupan sangkakala, 
pujilah Dia dengan 
gambus dan kecapil! 
Pujilah Dia dengan 
rebana dan tari- tarian, 
 pujilah Dia dengan 
permainan kecapi dan seruling! 
Pujilah Dia dengan 
simbal yang berdenting, 
pujilah Dia dengan 
simbal yang berdentang! 

Haleluya! Nyanyian Kemenangan Orang Kudus

Mazmur 149 dan 150 adalah penutup dari seluruh kitab Mazmur yang berjumlah 2463 ayat. Kedua pasal terakhir itu, bagaikan dua lonceng berdentang bersahut-sahutan dengan sukacita menyuarakan: "umat Allah dipanggil untuk memuji Tuhan karena kemenangan-Nya."

Mazmur 149

Dalam Mazmur 149, pemazmur menyerukan umat untuk menyanyikan "nyanyian baru" bagi Tuhan. Makna dari "lagu baru" bukan semata-mata berwujud nada dan lirik belaka, melainkan kesadaran baru dalam roh umat Allah, yang telah mengalami perbuatan dan anugerah yang besar dari Tuhan. Di sinilah nyata bahwa pujian yang benar, harus lahir dari pengalaman pribadi umat, akan kasih dan kuasa Allah.

Mengapa Umat Israel diajak bersorak, menari, bermain musik dengan rebana dan kecapi? Karena inilah kesempatan di mana "Tuhan berkenan kepada umat-Nya, Ia memahkotai orang yang rendah hati dengan keselamatan." (Mazmur 149:4). Bayangkan suatu kerajaan dunia, setiap orang yang diperkenankan datang menghadap seorang kaisar, adalah orang yang menerima anugerah darinya. Apalagi kita menghadap Sang Kaisar Surga Yang Maha Kuasa sang Khalik Langit dan Bumi. Jadi inilah inti teologi anugerah: bukan karena kekuatan kita, tetapi karena kemurahan hati dan anugerah Allah (Sola Gratia).

Selanjutnya, pemazmur mengingatkan lagi, bahwa umat Allah diberi otoritas oleh Allah, dengan pedang bermata dua di tangan mereka, untuk melakukan pembalasan terhadap bangsa-bangsa, penghukuman terhadap suku-suku bangsa, untuk membelenggu raja-raja dengan rantai dan para bangsawan dengan tali besi." (Mazmur 149:8). Makna pentingnya: umat Allah turut serta dalam karya penghakiman dan keadilan ilahi. Sebagai Israel rohani, kita tidak dipanggil untuk perang secara fisik, melainkan untuk menjadi terang dan suara kebenaran di tengah dunia yang rusak.

Mazmur 150

Mazmur 150 adalah pasal terakhir dari seluruh kitab Mazmur, dan juga menjadi puncak kemegahan pujian kepada Allah. Setelah melalui begitu banyak pasal yang berisi ratapan, permohonan, syukur, dan penyembahan, pasal ini menyimpulkan semuanya dengan satu seruan agung: Haleluya!

Di dunia sekuler sebagai umat yang tinggal di komunitas sekuler yang tidak percaya kepada Tuhan Yesus Kristus, mungkin kata ini sudah mulai jarang terdengar. Kita hanya menyanyikannya dalam Gereja saja. Namun, secara mendalam, pahamkah kita betapa besar dan indahnya makna "Haleluya" itu?  Dari mana asal kata ini? Apa artinya? Sejak kapan kata ini mulai bergema dalam sejarah umat Allah?

Jadi, kata "Haleluya" berasal dari bahasa Ibrani: הַלְלוּיָהּ (dibaca: *halelu-yah*).

Ini adalah gabungan dari dua unsur:

  • Halelu (הַלְלוּ) — bentuk imperatif jamak dari kata kerja halal, yang berarti "memuji".
  • Yah (יָהּ) — bentuk pendek dari YHWH (Yahweh), nama kudus Allah.
Jadi, Haleluya berarti “Pujilah TUHAN!” Ini bukan sekadar seruan biasa, tapi perintah ilahi yang ditujukan kepada semua umat, semua makhluk, bahkan seluruh ciptaan.

Kata Haleluya pertama kali muncul dalam Mazmur 104:35, yang berkata: "Biarlah orang-orang berdosa lenyap dari bumi, dan orang-orang fasik tidak ada lagi. Pujilah TUHAN, hai jiwaku! Haleluya!"

Asal Usul Kata "Haleluya" dalam Alkitab

Fakta 1: Kata "Haleluya" (הַלְלוּ־יָהּ dalam Ibrani) memang pertama kali muncul dalam Mazmur 104:35 menurut urutan kanonik Alkitab Ibrani. Ayat tersebut berbunyi:
"Biarlah orang-orang berdosa lenyap dari bumi... Haleluya!"
Fakta 2: Namun secara kronologi sejarah, beberapa sarjana berpendapat bahwa:
  • Mazmur 104 mungkin ditulis setelah Mazmur-mazmur Daud (mis. Mazmur 113-118 yang juga mengandung "Haleluya")
  • Tradisi Yahudi menganggap "Haleluya" sudah digunakan dalam liturgi Bait Suci sebelum pembentukan kitab Mazmur

Pelajaran untuk Kita:

1. Allah layak dipuji sekalipun ada kejahatan di dunia (Mazmur 104:35 mengaitkan pujian dengan pengharapan penghakiman Ilahi)
2. Penyembahan bersifat komunal - "Haleluya" hampir selalu muncul dalam konteks umat berkumpul
3. Kontinuitas Perjanjian - Umat Allah dari zaman Israel kuno hingga Gereja tetap menggunakan seruan yang sama (Wahyu 19:1-6)
"Haleluya bukan sekadar kata, melainkan deklarasi perang terhadap kuasa kegelapan - seruan bahwa Yahweh tetap berkuasa atas segala sesuatu"

Menariknya, kata ini tidak muncul dalam kitab Kejadian, Keluaran, atau kitab-kitab sejarah Israel lainnya. Kata ini hanya muncul dalam bagian yang sangat khusus: puji-pujian umat Allah dalam Kitab Mazmur dan kemudian kembali muncul dalam Wahyu 19 — ketika surga bersorak atas kemenangan Kristus. Ini menunjukkan bahwa Haleluya bukan sembarang kata. Itu adalah kata surgawi.

Haleluya adalah seruan yang melampaui bahasa. Diucapkan oleh orang Ibrani ribuan tahun lalu, dan masih dilantunkan oleh jemaat di seluruh dunia hari ini — dari gereja kecil di desa terpencil sampai katedral besar di kota metropolitan.

Haleluya adalah pengakuan bahwa Allah layak dipuji, apa pun keadaannya. Itu bukan sekadar seruan saat segalanya baik, tetapi juga saat badai melanda. Ketika Ayub kehilangan segalanya, ia tetap menyembah. Ketika Paulus dan Silas dipenjara, mereka menyanyi dan memuji. Pujian seperti itu — itulah makna sejati Haleluya.

Dalam Wahyu 19, kata Haleluya kembali terdengar, kali ini dari kerumunan surgawi: "Haleluya! Keselamatan dan kemuliaan dan kekuasaan adalah pada Allah kita." (Why. 19:1). Ini menunjukkan bahwa pujian ini tidak akan pernah berhenti — Haleluya adalah bahasa kekal dari mereka yang ditebus.

Mazmur 150 menutup seluruh kitab dengan seruan yang kuat: "Hendaklah segala yang bernafas memuji TUHAN! Haleluya!" (Mazmur 150:6). Jika kita masih bernapas hari ini, itu berarti kita masih punya satu tugas: memuji Tuhan dengan hidup kita.

Jadi, lain kali ketika kita mengucapkan Haleluya, ucapkanlah dengan hati yang sadar. Bukan hanya karena lirik lagu, tapi karena itu adalah jawaban kita kepada kemuliaan Allah. Karena kita tahu siapa yang kita puji, dan mengapa Dia layak dipuji — bukan hanya di bumi, tetapi sampai selama-lamanya.

Mari kita tidak sekadar menyanyikan lagu, tetapi menjadikan hidup kita sebagai nyanyian bagi Tuhan. Sebab, pujian sejati bukan hanya di mulut, tetapi dalam hati yang bersyukur dan hidup yang taat.

Hendaklah segala yang 
bernapas memuji TUHAN! 
Haleluya! 

Mazmur 150:6

(Ayat terakhir kitab Mazmur)

Amin.

Komentar