Sehari setelah kematian Tuhan Yesus "Merebut Kunci Kerajaan Maut" Seri Karya Keselamatan Kristus by Febrian
19 April 2025
Sehari setelah kematian Tuhan Yesus "Merebut Kunci Kerajaan Maut" Seri Karya Keselamatan Kristus
Shaloom Bapak Ibu Saudara/i yang terkasih dalam Kristus Yesus. Dalam Kesempatan ini kita akan mempelajari kronologi peristiwa setelah kematian Yesus di kayu salib hingga sesaat sebelum diketahui bahwa kubur-Nya kosong. Semoga kita semua bisa mendapat berkat dari firman Tuhan tersebut. Kiranya Tuhan Yesus memberkati.
Berikut adalah peristiwa yang terjadi setelah kematian Tuhan Yesus di kayu salib, hingga menjelang kebangkitan-Nya:
1. Penusukan lambung Yesus
Ayat Paralel:
-
Yohanes 19:33-34
"Tetapi ketika mereka sampai kepada Yesus dan melihat bahwa Ia telah mati, mereka tidak mematahkan kaki-Nya, tetapi seorang dari antara prajurit itu menikam lambung-Nya dengan tombak, dan segera mengalir keluar darah dan air."
Nubuat yang Digenapi:
-
Keluaran 12:46
"Janganlah kamu mematahkan tulang apapun dari anak domba itu." -
Mazmur 34:20
"Ia melindungi segala tulangnya, tidak satu pun yang patah." -
Zakharia 12:10
"Mereka akan memandang kepada-Ku, yang telah mereka tikam."
Dalam tradisi Yahudi, hukum Taurat melarang jenazah dibiarkan tergantung di kayu atau tiang semalaman. Hal ini tertulis dalam Ulangan 21:22–23 yang menyebut bahwa seseorang yang dihukum mati dan digantung harus segera dikuburkan sebelum malam tiba, agar tanah tidak menjadi najis di hadapan Tuhan. Karena itu, para pemimpin Yahudi meminta kepada Pilatus agar tubuh Yesus dan kedua penjahat yang disalibkan bersama-Nya segera diturunkan sebelum hari Sabat dimulai. Hari itu adalah hari persiapan, menjelang Sabat yang sangat khusus karena bertepatan dengan hari raya Paskah (Yohanes 19:31).
Untuk mempercepat kematian mereka, para serdadu Romawi melakukan tindakan yang disebut crurifragium, yaitu mematahkan kaki orang-orang yang disalib. Dengan kaki yang patah, mereka tidak bisa lagi mengangkat tubuh untuk bernapas, sehingga mati lebih cepat karena sesak napas atau kehabisan oksigen. Ini adalah metode khas Romawi yang bukan bagian dari hukum Yahudi, tetapi digunakan di wilayah kekuasaan mereka termasuk di Yudea.
Ketika para prajurit memeriksa Yesus, mereka melihat bahwa Ia sudah mati. Maka kaki-Nya tidak dipatahkan, berbeda dengan dua penjahat di kiri dan kanan-Nya. Sebagai gantinya, salah satu prajurit menusukkan tombak ke lambung Yesus, dan keluarlah darah serta air (Yohanes 19:33–34). Ini menggenapi nubuat dalam Mazmur 34:20 yang menyatakan bahwa “Ia melindungi segala tulangnya, tidak satu pun yang patah.”
Secara arkeologis, temuan di Yerusalem pada tahun 1968 mengungkapkan adanya korban penyaliban dengan tulang kakinya yang remuk. Ini menunjukkan bahwa crurifragium memang dilakukan di zaman itu. Dari sisi medis, tindakan ini mempercepat kematian dengan menyebabkan pendarahan hebat dan kegagalan pernapasan.
Dengan demikian, meskipun tindakan mematahkan kaki berasal dari praktik Romawi, permintaan untuk mempercepat kematian para terhukum dilakukan oleh pemimpin Yahudi sebagai bentuk ketaatan pada hukum Taurat dan untuk menjaga kekudusan Sabat. Namun, dalam kasus Yesus, segala hal terjadi persis seperti yang telah dinubuatkan dalam Kitab Suci.
Penusukan ini menegaskan kematian Yesus secara fisik dan menggenapi nubuat bahwa tidak satu pun tulang-Nya akan patah serta bahwa Mesias akan ditikam.
2. Yusuf dari Arimatea meminta mayat Yesus
Ayat Paralel:
-
Matius 27:57-58
"Menjelang malam datanglah seorang kaya, Yusuf dari Arimatea, yang juga murid Yesus. Ia pergi menghadap Pilatus dan meminta mayat Yesus." -
Markus 15:42-43
"Sore hari, karena hari itu adalah hari persiapan, datanglah Yusuf dari Arimatea, anggota Majelis Besar yang terkemuka, yang juga menantikan Kerajaan Allah, dan ia memberanikan diri menghadap Pilatus untuk meminta mayat Yesus." -
Lukas 23:50-52
"Ada seorang bernama Yusuf, anggota Majelis Besar, orang baik dan benar... Ia pergi menghadap Pilatus dan meminta mayat Yesus." -
Yohanes 19:38
"Setelah itu Yusuf dari Arimatea, yang diam-diam menjadi murid Yesus karena takut kepada orang Yahudi, meminta kepada Pilatus supaya ia boleh mengambil mayat Yesus."
Nubuat yang Digenapi:
-
Yesaya 53:9
"Orang menjadikan kuburnya di antara orang fasik, tetapi dalam matinya ia ada di antara orang kaya."
Menurut Encyclopaedia Britannica, Yusuf dari Arimatea adalah murid rahasia Yesus yang juga “anggota Majelis Besar” (Sanhedrin) di Yerusalem, seorang yang terpandang dan kaya, yang dengan berani mendapat izin Pilatus untuk mengambil mayat Yesus setelah penyaliban. Alkitab (Wikipedia) mencatat bahwa tiga dari empat Injil menyebutnya sebagai anggota Sanhedrin, sedangkan Matius menegaskan statusnya sebagai “orang kaya dan murid Yesus” .
Nama “Arimatea” menunjukkan asalnya dari kota Arimathea, yang menurut beberapa sarjana mungkin identik dengan Ramathaim‑Zofim (kampung Samuel) di bukit Ephraim, sekitar 8 mil utara Yerusalem . Lokasi ini penting secara historis dan teologis, karena daerah itu menjadi latar berbagai peristiwa dalam Perjanjian Lama.
Dalam Injil Matius 27:57–60, dikatakan: “Datanglah seorang kaya dari Arimatea bernama Yusuf, yang juga murid Yesus…, ia mengambil mayat itu, mengapaninya dengan kain lenan bersih, lalu membaringkannya di dalam kubur barunya” . Versi ESV menegaskan lagi statusnya sebagai “rich man… who had also himself become a disciple of Jesus” . Menurut GotQuestions, Yusuf menyembunyikan imannya karena takut kepada para pemimpin Yahudi hingga keberanian ini.
Rasul Lukas dalam Lukas 23:50–51 menambahkan bahwa Yusuf “orang baik dan benar…, tidak setuju dengan keputusan Majelis Besar dan menantikan Kerajaan Allah” . Dia mengambil risiko politik dan agama besar—meminta mayat Yesus pada Pilatus—karena keyakinannya bahwa Kristus adalah Mesias yang akan membawa Kerajaan Allah.
Tindakan Yusuf juga menggenapi nubuat Yesaya 53:9: “Orang menjadikan kuburnya di antara orang fasik, tetapi dalam matinya ia ada di antara orang kaya”. Nubuat ini menegaskan bahwa Mesias yang tak berdosa akan dikuburkan dalam kubur orang kaya, yang kemudian dipenuhi Yusuf sebagai tokoh kaya tersebut.
Menurut Catholic.net, tradisi Gereja menghormati Yusuf sebagai teladan keberanian dan belas kasih, bahkan menghargai makamnya di Glastonbury (legenda Grail), meski cerita-cerita ini berkembang kemudian . Ia menjadi simbol bahwa murid sejati mendampingi Kristus hingga akhir, dan menyediakan makam yang layak—tindakan istimewa di tengah penjagaan ketat kubur menjelang Sabat.
Dengan demikian, Yusuf dari Arimatea tampil sebagai figur kunci: murid rahasia, anggota Sanhedrin, orang kaya, dan penyedia kubur Kristus—semua sesuai nubuat Perjanjian Lama dan tradisi Gereja awal.
3. Penurunan dan penguburan Yesus
Ayat Paralel:
-
Matius 27:59–60
"Yusuf mengambil mayat itu, mengapaninya dengan kain lenan yang bersih, dan membaringkannya di dalam kuburnya yang baru." -
Markus 15:46
"Ia membeli kain lenan, menurunkan mayat Yesus, mengapani‑Nya dengan kain itu, dan membaringkan‑Nya di dalam kubur yang digali di dalam bukit batu." -
Lukas 23:53
"Ia menurunkan mayat itu, mengapani‑Nya dengan kain lenan, dan membaringkan‑Nya di dalam kubur yang digali di dalam bukit batu." -
Yohanes 19:39–42
"Nikodemus datang juga… Mereka mengambil mayat Yesus dan mengapani‑Nya dengan kain kafan bersama rempah‑rempah."
Nubuat yang Digenapi:
-
Yesaya 53:9
"Dalam matinya ia ada di antara orang kaya."
Penjelasan:
Nikodemus adalah seorang Farisi dan anggota Sanhedrin yang dikenal sebagai
“ruler of the Jews” dan ia mendatangi Yesus pada malam hari untuk berdiskusi
tentang tanda‑tanda surga, menyatakan keyakinannya bahwa Yesus berasal dari
Allah . Meskipun golongan Farisi umumnya menentang Yesus, Nikodemus
menunjukkan rasa hormat besar dan keingintahuan rohani yang tulus . Nama
Yunaniahnya, Νικόδημος (Nikódēmos), ditemukan dalam Talmud sebagai bentuk
Aram Naqdimon, yang menyiratkan bahwa ia termasuk kalangan Yahudi terpelajar
dan berpengaruh .
Ia juga muncul dalam diskusi Majelis Besar ketika satu‑satunya yang membela Yesus di hadapan rekan‑rekannya yang menentang, menunjukkan sikap keberanian moral yang jarang terlihat di antara para pemimpin Yahudi waktu itu . Sesaat setelah penyaliban, Nikodemus datang kembali membawa campuran mur dan aloe seberat sekitar 75 pon (sekitar 34 kg), jumlah besar yang secara medis dan kultural menunjukkan penghormatan tertinggi serta pengharapan akan kebangkitan Kristus .
Tindakan Nikodemus—dari pertemuan rahasia malam hari hingga keterbukaan
membantu penguburan Yesus—mengilustrasikan perjalanan imannya dari
keragu‑raguan menjadi keberanian dan kesetiaan yang mendalam kepada Kristus
. Tradisi gereja kemudian menghormatinya sebagai santo yang setia, mengenang
peran dan pengabdiannya sebagai penolong Kristus dalam kematian dan
penguburan‑Nya.
4. Perempuan-perempuan mengamati penguburan
Ayat Paralel:
-
Matius 27:61
"Maria Magdalena dan Maria yang lain tinggal di situ, duduk di depan kubur itu." -
Markus 15:47
"Maria Magdalena dan Maria ibu Yoses melihat di mana Yesus dibaringkan." -
Lukas 23:55–56
"Perempuan-perempuan yang datang bersama-sama dengan Yesus dari Galilea, ikut serta dan melihat kubur itu dan bagaimana mayat-Nya dibaringkan. Dan setelah pulang, mereka menyediakan rempah-rempah dan minyak mur. Tetapi pada hari Sabat mereka beristirahat menurut hukum Taurat."
Penjelasan:
Maria Magdalena adalah perempuan dari kota Magdala, yang pernah dibebaskan
oleh Yesus dari tujuh roh jahat (Lukas 8:2). Ia dikenal sebagai pengikut
yang setia, menyaksikan penyaliban, kematian, hingga penguburan Yesus, dan
menjadi orang pertama yang melihat Yesus bangkit dari kematian.
Maria ibu Yoses adalah salah satu perempuan yang juga menyertai Yesus selama pelayanan-Nya di Galilea. Ia melihat secara langsung di mana Yesus dibaringkan, dan pulang untuk menyiapkan rempah-rempah bersama perempuan-perempuan lainnya.
Salome, ibu dari Yakobus dan Yohanes anak-anak Zebedeus, juga termasuk dalam kelompok perempuan yang hadir saat penyaliban dan penguburan Yesus. Ia pernah memohon kepada Yesus agar anak-anaknya kelak mendapatkan tempat di sisi kanan dan kiri-Nya dalam kerajaan-Nya (Matius 20:20-21), menunjukkan kedekatannya dengan Yesus.
Joana, istri dari Kuza—pengurus rumah tangga Herodes—adalah seorang perempuan terkemuka yang disembuhkan oleh Yesus, dan sejak itu mendukung pelayanan-Nya dengan hartanya (Lukas 8:3). Ia juga termasuk di antara perempuan-perempuan yang datang membawa rempah-rempah ke kubur pada hari Minggu pagi.
Kesetiaan para perempuan ini menunjukkan kasih mereka kepada Yesus, bahkan setelah kematian-Nya. Mereka tidak hanya hadir di saat-saat akhir hidup-Nya, tetapi juga mempersiapkan penghormatan terakhir menurut adat Yahudi, meskipun hari Sabat sempat menunda tindakan mereka. Peran mereka menjadi penting sebagai saksi mata dari penguburan hingga kebangkitan.
5. Hari Sabat – tidak ada kegiatan
Ayat Paralel:
-
Lukas 23:56
"Pada hari Sabat mereka beristirahat menurut hukum Taurat."
Sesuai hukum Taurat, para murid dan pengikut Yesus menghormati hari Sabat dengan tidak melakukan aktivitas, termasuk meminyaki tubuh Yesus.
Berikut ringkasan dan tinjauan teologis mengenai Hari Sabat (Sabtu Suci), waktu hening antara penyaliban dan kebangkitan Kristus:
Hari Sabat setelah penyaliban disebut juga Sabtu Suci, yakni hari ketika Yesus “beristirahat” di dalam kubur sambil alam merasakan keheningan akan karya keselamatan-Nya . Secara liturgi, Gereja awal tidak merayakan Ekaristi pada hari ini, melainkan hanya satu Perayaan Malam Paskah setelah gelap. Banyak teolog melihat hari ini sebagai “Harrowing of Hell”, di mana Kristus turun ke alam orang mati untuk membebaskan jiwa-jiwa benar yang terkurung . Dalam tradisi Protestan, Sabtu Suci dianggap sebagai hari duka, kesepian murid-murid, dan “jeda” yang menekankan bahwa Kristus sungguh‑sungguh mati sebelum bangkit.
Dasar Alkitab dan Liturgi Awal
Lukas 23:56
“Pada hari Sabat mereka beristirahat menurut hukum Taurat.”
Ayat ini menegaskan bahwa para murid dan perempuan pengikut Yesus menghormati Sabat dengan tidak melakukan pekerjaan apa pun, meski hati mereka berkecamuk.
Pada masa Gereja mula‑mula, Sabtu Suci dipandang sebagai hari aliturgis—tidak ada kebaktian dan penerimaan Tubuh Kristus—sambil menantikan penerbitan lilin paskah dan pembukaan Paskah menjelang malam.
Tafsiran dan perspektif beberapa aliran agama
Bapa Gereja melihat Sabtu Suci sebagai saat Kristus “beristirahat” setelah penciptaan-Nya (warisan “tujuh hari” penciptaan, Kejadian 2:2) dan sebelum kebangkitan . Homili kuno Gereja menyebut turunnya Kristus ke alam maut (“Sheol”/“Hades”) untuk membebaskan para leluhur beriman, menggambarkan kemenangan-Nya atas maut.
Katekismus Gereja Katolik mengajarkan bahwa pada hari ini Yesus “benar-benar mati dan melalui kematian-Nya mengalahkan maut dan Iblis” lalu “turun ke alam orang mati untuk membuka pintu surga bagi orang benar” . Tradisi puasa khusus sepanjang Sabtu Suci mengingatkan umat akan keheningan dan penderitaan-Nya sebelum sukacita Paskah.
Gereja Ortodoks memanggil hari ini “Sabut Agung dan Suci” (Great and Holy Saturday), menekankan istirahat Kristus dalam kubur dan persiapan liturgi Vigil . Menurut tradisi mereka, Kristus menyergap pintu Hades, membebaskan jiwa-jiwa suci yang menanti-Nya, sebuah misteri yang dirayakan dengan Vesperal Liturgy of Holy Saturday.
Banyak teolog Reformasi melihat Sabtu Suci sebagai “hari di mana Yesus benar-benar mati”, menolak gagasan bangkit seketika dari salib dan menekankan tiga hari sesuai nubuat (Matius 12:40) . GotQuestions mencatat bahwa Sabtu Suci adalah waktu duka, kekosongan, dan penantian murid-murid yang tercerai berai, mempersiapkan hati mereka untuk mujizat kebangkitan.
6. Imam-imam kepala meminta penjagaan kubur
Matius 27:62–66"Keesokan harinya, imam-imam kepala dan orang-orang Farisi datang bersama-sama menghadap Pilatus dan berkata: ‘Tuan, kami ingat bahwa si penyesat itu ketika Ia masih hidup berkata: Sesudah tiga hari Aku akan bangkit. Karena itu perintahkanlah supaya kubur itu dijaga sampai hari yang ketiga, supaya murid-murid-Nya jangan datang dan mencuri-Nya sedangkan kami masih berkata kepada orang: ‘Ia telah bangkit dari antara orang mati.’’ Maka Pilatus berkata kepada mereka: ‘Ada penjaga; pergilah dan buatlah seaman yang kamu tahu caranya.’ Lalu pergilah mereka, memeterai batu itu dan menempatkan penjaga."
Imam-imam kepala dan orang-orang Farisi menonaktifkan kegiatan ibadah Sabat dengan mendatangi Pilatus pada hari Persiapan, menunjukkan betapa kuat ketakutan mereka bahwa murid-murid Yesus akan mencuri tubuh‑Nya demi menyebarkan berita kebangkitan (Matius 27:62–63).
Mereka secara eksplisit merujuk pada pernyataan Yesus bahwa Ia akan bangkit setelah tiga hari, sehingga berusaha meniadakan segala kemungkinan manipulasi jenazah oleh pengikut‑Nya.
Dalam budaya Yahudi abad pertama, menempatkan penjaga bersenjata pada makam bukanlah praktik umum kecuali untuk tokoh penting atau untuk mencegah perusakan makam, sehingga langkah ini mencerminkan tingkat kecemasan dan kecurigaan para pemimpin agama saat itu.
Pilatus, meski pada awalnya enggan mencampuri urusan agama Yahudi, setuju untuk “mengamanahkan penjaga” dan memberi wewenang untuk memeterai kubur, kemungkinan dengan pita bercap resmi pemerintah, sehingga siapa pun yang memecahkan segel dianggap melanggar hukum Romawi.
Penjaga yang ditempatkan dapat berupa prajurit Romawi atau petugas terlatih Bait Suci; keduanya diharapkan melaporkan setiap upaya pengrusakan kubur, menggambarkan sinergi pragmatis antara otoritas Romawi dan pemimpin agama Yahudi.
Dengan memeterai dan menjaga kubur, imam-imam kepala berusaha menegakkan
ketentuan tentang pemakaman cepat dan penghormatan pada jenazah, sekaligus
menolak klaim kebangkitan palsu—namun peristiwa ini justru menyiapkan bukti
tak terduga saat penjaga menjadi saksi kubur kosong keesokan paginya.
Makna Rohani bagi kita semua:
Peristiwa antara kematian dan kebangkitan Kristus menyimpan makna rohani yang dalam dan sering kali luput dari perhatian. Dalam tradisi Gereja, khususnya pada Sabtu Suci, diyakini bahwa Kristus, setelah wafat secara jasmani, turun ke alam maut bukan sekadar sebagai simbol penderitaan, tetapi sebagai tindakan nyata dalam rangkaian keselamatan. Di balik keheningan kubur, tersimpan kemenangan Kristus yang sedang terjadi—bukan kekalahan, melainkan penaklukan terhadap maut dan kuasa kegelapan.
Surat 1 Petrus 3:18–22 mencatat bahwa Yesus, setelah dibunuh dalam keadaan daging, hidup dalam roh, dan dalam keadaan itu Ia pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang dalam penjara. Roh-roh itu adalah mereka yang telah tidak taat pada zaman Nuh, menandakan bahwa Kristus berinteraksi dengan alam roh dan menyampaikan kebenaran ilahi kepada mereka yang telah mati. Banyak penafsir menyebut peristiwa ini sebagai Harrowing of Hell, yaitu tindakan Kristus yang turun ke alam maut (Hades atau Sheol) untuk membebaskan jiwa-jiwa orang benar yang telah menantikan kedatangan-Nya. Dalam tradisi Katolik dan Ortodoks, hal ini dipandang sebagai langkah final dalam karya penebusan Kristus sebelum kebangkitan-Nya.
Dalam surat Efesus 4:8–10, Paulus menyampaikan bahwa sebelum naik ke surga, Kristus telah turun ke “bagian yang lebih rendah di bumi.” Ungkapan ini dipahami oleh para teolog sebagai penurunan Kristus ke Hades—bukan sekadar makam secara fisik, tetapi alam roh tempat jiwa-jiwa menanti. Penurunan ini memiliki makna mendalam: Kristus sepenuhnya masuk ke dalam kondisi kemanusiaan yang terendah—bahkan sampai ke kematian—untuk sepenuhnya menyelamatkan umat manusia. Dalam tindakan itu, Ia menawan maut, membebaskan tawanan-tawanan, dan memberikan karunia kepada manusia. Perjalanan ke tempat terdalam itu bukan untuk dikalahkan, tetapi untuk membawa kemenangan dari dalam kegelapan.
Pernyataan iman Kristen kuno, yaitu Kredo Para Rasul, menyebut bahwa Kristus “turun ke dalam neraka.” Dalam pemahaman yang benar, “neraka” di sini bukanlah tempat penghukuman kekal seperti yang biasa dimengerti, melainkan merujuk pada Hades atau Sheol, tempat penantian bagi orang mati. Dalam konteks ini, penurunan Kristus ke sana bukan sebagai orang yang terhukum, tetapi sebagai Pembebas yang membuka pintu keselamatan bagi orang-orang benar sejak zaman dahulu.
Katekismus Gereja Katolik menjelaskan bahwa dengan kematian-Nya, Kristus benar-benar masuk ke dalam kematian seperti manusia lainnya, dan melalui jiwa manusia-Nya, Ia menjangkau alam orang mati. Di sana, Ia tidak hanya mengunjungi, tetapi juga mengalahkan maut dan membebaskan jiwa-jiwa yang percaya kepada-Nya. Kematian Kristus bukanlah akhir, tetapi jembatan menuju kemenangan yang mengatasi kutuk kematian dan perpisahan abadi dari Allah. Pintu surga, yang tertutup sejak kejatuhan manusia pertama, dibuka oleh Dia yang turun untuk mengangkat yang rendah ke tempat tinggi.
Pandangan teolog dan Bapa Gereja memperkuat makna ini. Thomas Aquinas menegaskan bahwa Kristus tidak turun ke neraka sebagai tempat siksaan kekal, melainkan ke limbo para bapa—suatu kondisi penantian bagi orang benar sebelum kedatangan Sang Penebus. Hans Urs von Balthasar menambahkan bahwa penurunan ini juga mencakup penderitaan spiritual Kristus, saat Ia sepenuhnya merasakan keterpisahan dari Bapa demi menyelamatkan umat manusia. Sebuah homili purba pada Sabtu Suci menggambarkan momen ini dengan penuh kekhusyukan: Tuhan memasuki kegelapan untuk menarik keluar Adam dan Hawa dari 'pangkuan Abraham', membawa mereka menuju terang kekekalan.
Dalam kitab Wahyu 1:18, Kristus menyatakan bahwa Ia memegang
kunci-kunci maut dan Hades. Pernyataan ini adalah deklarasi otoritas mutlak:
maut telah dikalahkan, dan Kristus kini memegang kendali atas nasib manusia
setelah kematian. Tidak ada kuasa gelap yang dapat menahan mereka yang
berada dalam Dia, karena Sang Juruselamat telah masuk ke dalam kubur dan
keluar sebagai pemenang. Kebangkitan-Nya adalah puncak dari penaklukan yang
dimulai dengan penderitaan dan disempurnakan dalam kemenangan atas maut.
Ringkasan Urutan Jam‑jam Tersebut
- Mati di Salib (Lukas 23:46)
- Penusukan dan Aliran Darah–Air (Yoh 19:33–34)
- Penguburan Yesus (Matius 27:59–60)
- Yesus “Hidup dalam Roh” dan Turun ke Hades (1 Pet 3:18–22; Ef 4:8–10)
- Pengumuman & Pembebasan Roh‑rohnya (Homili Sabtu Suci; Summa Theologiae III q.52)
- Kristus Memegang Kunci Maut & Hades (Why Rev 1:18)
- Istirahat Sabat & Penjagaan Kubur (Matius 27:62–66)
- Sesaat Sebelum Fajar — orang‑orang kudus dan para murid belum mengetahui kebangkitan-Nya.
Dengan demikian, tradisi Gereja menampilkan bahwa Kristus, antara saat kematian dan kebangkitan, sungguh‑sungguh turun ke alam orang mati untuk menyelesaikan karya penebusan-Nya, membebaskan jiwa‑jiwa yang menantikan-Nya, dan mengambil alih kunci maut sebelum kebangkitan-Nya.
"Aku adalah Yang Hidup; Aku telah mati, tetapi lihatlah, Aku hidup sampai selama‑lamanya, dan Aku memegang segala kunci maut dan kerajaan maut."
Wahyu 1:18
Amin.
Komentar
Posting Komentar