Mazmur 115 Part 2 tentang "Penyembahan Berhala yang dibenci oleh TUHAN" Seri Mazmur by Febrian

07 April 2025

Image Freepik.com
  

Mazmur 115 Part 2 tentang "Penyembahan Berhala yang dibenci oleh TUHAN" Seri Mazmur

Mazmur 115 <-- Klik di sini untuk membaca keseluruhan pasal

Shaloom Bapak Ibu Saudara/i yang terkasih dalam Kristus Yesus. Dalam Kesempatan ini kita akan merenungkan bersama mengenai Penyembahan Berhala yang dibenci Allah. Semoga kita semua bisa mendapat berkat dari firman Tuhan tersebut. Tuhan Yesus memberkati.

Dalam bagian ke dua ini, dapat kita perhatikan beberapa pokok pikiran sebagai berikut:

Mazmur 115:4-8 

4 Berhala-berhala mereka adalah perak dan emas, buatan tangan manusia, 
  1. mempunyai mulut, tetapi tidak dapat berkata-kata, 
  2. mempunyai mata, tetapi tidak dapat melihat, 
  3. mempunyai telinga, tetapi tidak dapat mendengar, 
  4. mempunyai hidung, tetapi tidak dapat mencium, 
  5. mempunyai tangan, tetapi tidak dapat meraba-raba, 
  6. mempunyai kaki, tetapi tidak dapat berjalan, 
  7. dan tidak dapat memberi suara dengan kerongkongannya. 
8 Seperti itulah jadinya orang-orang yang membuatnya, 
dan semua orang yang percaya kepadanya. 

Berikut adalah beberapa ayat Alkitab yang secara jelas menunjukkan kebencian Allah terhadap berhala dan hukuman bagi orang yang menyembahnya, disertai kutipan langsung dan referensi ayat:


1. Keluaran 20:3–5 (Perintah Pertama dan Kedua)

"Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku. Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apa pun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu..."
(Keluaran 20:3–5)

Allah menyatakan diri-Nya sebagai Allah yang cemburu, yang tidak mentoleransi penyembahan kepada berhala.


2. Ulangan 27:15

"Terkutuklah orang yang membuat patung pahatan atau tuangan, sesuatu yang keji bagi TUHAN, buatan tangan tukang, dan menaruhnya di tempat yang tersembunyi." Dan seluruh bangsa itu harus menjawab: Amin!
(Ulangan 27:15)

Berhala disebut sebagai "sesuatu yang keji bagi TUHAN", dan orang yang membuat atau menyembahnya dikutuk.


3. Yesaya 44:9–11

"Orang-orang yang membentuk patung pahatan, semuanya tidak berguna, dan barang-barang kesayangan mereka itu tak berguna; dan sebagai saksinya mereka sendiri tidak melihat dan tidak mengetahui, supaya mereka mendapat malu."
(Yesaya 44:9)

Allah mengejek kebodohan orang-orang yang membuat berhala, dan menyatakan bahwa mereka akan menanggung malu.


4. Yeremia 10:3–5

"Sebab adat bangsa-bangsa adalah kesia-siaan belaka: sebatang kayu ditebang dari hutan, dikerjakan oleh tukang dengan pahat, dihias dengan perak dan emas, dipakukan dengan paku dan palu supaya tidak goyah... jangan takut kepada mereka, sebab mereka tidak dapat berbuat jahat, dan berbuat baik pun tidak dapat mereka."
(Yeremia 10:3–5)

Allah menunjukkan bahwa berhala tidak berdaya—tidak bisa berbuat baik ataupun jahat.


5. Mazmur 115:4–8

"Berhala-berhala mereka adalah perak dan emas, buatan tangan manusia, mempunyai mulut, tetapi tidak dapat berkata-kata, mempunyai mata, tetapi tidak dapat melihat... seperti itulah orang-orang yang membuatnya, dan semua orang yang percaya kepadanya."
(Mazmur 115:4–8)

Ayat ini menegaskan bahwa penyembah berhala akan menjadi seperti berhala itu sendiri—tidak hidup, tidak berakal.


6. Wahyu 21:8

"Tetapi orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji, pembunuh, orang-orang sundal, tukang sihir, penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua."
(Wahyu 21:8)

Penyembah berhala akan dihukum dalam lautan api, bersama dengan orang-orang jahat lainnya.


Mengapa Allah begitu benci kepada berhala, padahal itu adalah patung yang mati? Kita harus menyadari, bahwa di balik patung itu ada wajah sesungguhnya roh-roh yang menguasai patung-patung tersebut. 

Alkitab membuktikan bahwa penyembahan berhala bukan sekadar menyembah benda mati, tetapi sesungguhnya berkaitan dengan roh-roh jahat (setan/demon) yang beroperasi di balik berhala tersebut. Berikut beberapa ayat kunci yang membuktikan hal itu:


1. Menyembah berhala sama dengan menyembah roh jahat

"Apakah yang kumaksudkan? Bahwa persembahan kepada berhala adalah sesuatu? Atau bahwa berhala adalah sesuatu? Bukan! Apa yang kumaksudkan ialah bahwa apa yang mereka persembahkan, mereka persembahkan kepada roh-roh jahat dan bukan kepada Allah. Dan aku tidak mau, bahwa kamu bersekutu dengan roh-roh jahat."
(1 Korintus 10:19–20)

Rasul Paulus menjelaskan, bahwa dibalik penyembahan berhala ada keterlibatan roh-roh jahat, walaupun patung berhalanya sendiri tidak bernyawa. Penyembahan itu menjadi bentuk persekutuan dengan kuasa gelap.

Pemazmur menggambarkan berhala disembah banyak orang yang tersesat, di mana benda-benda itu adalah mirip dengan dewa-dewa yang mereka. Ternyata di hadapan Allah ada konsekuensinya, yaitu penyembahnya juga akan menjadi seperti berhalanya. 


2. Menyembah Berhala, meyakiti hati Allah yang pencemburu

"Mereka membangkitkan cemburu-Nya dengan allah asing, menyakiti hati-Nya dengan dewa kekejian; mereka mempersembahkan korban kepada roh-roh jahat, yang bukan Allah, kepada allah yang tidak mereka kenal, allah baru yang muncul kemudian..."
(Ulangan 32:16–17)

Penjelasan:
Allah menegaskan bahwa korban yang diberikan kepada berhala, sebenarnya adalah persembahan kepada roh-roh jahat (dalam Ibrani: shedim), bukan kepada Allah yang benar.


3. Penyembahan berhala meminta tumbal maut

"Mereka beribadah kepada berhala-berhala mereka, yang menjadi jerat bagi mereka; mereka mengorbankan anak-anak lelaki dan anak-anak perempuan mereka kepada roh-roh jahat."
(Mazmur 106:36–38)

Dari ayat di atas ditunjukkan, bahwa penyembahan berhala akan terus berlanjut sampai pada pengorbanan manusia, dan tindakan itu diarahkan kepada kuasa jahat atau setan, bukan hanya kepada patung-patung tak bernyawa.

Seorang yang sudah terikat kepada penyembahan berhala, ujungnya pasti akan dijerat dengan maut. Inilah tujuan akhir iblis, yaitu menjerat seseorang, merantainya, hingga membawanya masuk ke dalam maut. Dalam ayat di atas, orang yang menyembah berhala, betul-betul dibutakan hingga tidak segan-segan mengorbankan anak-anak laki-laki dan perempuan mereka kepada roh-roh jahat.

Bentuk Penyembahan berhala zaman sekarang tidak selalu berupa patung atau benda fisik, tetapi bisa berupa segala sesuatu yang menggantikan posisi Allah dalam hati manusia: kekayaan, kekuasaan, kenikmatan, bahkan mengagungkan diri sendiri.

Alkitab mengajar kita bahwa berhala modern adalah sesuatu yang lebih halus, tersembunyi, namun sama berbahayanya. 

Berikut adalah ayat-ayat kunci yang menggambarkan penyembahan berhala zaman sekarang:

1. Berhala dalam bentuk percabulan, kenajisan, nafsu dan keserakahan

"Matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat, dan keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala."
(Kolose 3:5)

Percabulan merupakan dosa di dalam tubuh, yang merusak hingga kelakar iman seseorang. Orang yang terikat pada percabulan, tidak akan bisa terbebas, hingga akhirnya tidak layak di hadapan penghakiman Allah kelak.

Demikianlah sesungguhnya percabulan itu:

1 Korintus 6:18–20

"Jauhkanlah dirimu dari percabulan! Setiap dosa lain yang dilakukan manusia, terjadi di luar dirinya. Tetapi orang yang melakukan percabulan berdosa terhadap tubuhnya sendiri. Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah—dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!"

  • Dosa seksual (percabulan) berbeda dari dosa lainnya karena merusak tubuh—tempat tinggal Roh Kudus.
  • Tubuh orang percaya bukan milik pribadi, melainkan milik Allah yang sudah dibeli oleh darah Kristus.
  • Karena itu, tubuh kita bukan alat untuk kesenangan diri, tapi untuk memuliakan Allah.

Hawa nafsu, nafsu jahat dan Keserakahan, adalah merupakan sifat dasar manusia yang sudah muncul  hingga akhirnya menjadi satu dengan karakternya, sehingga ia tidak lagi memiliki konsep mengenai Kasih yang diajarkan oleh Allah, sehingga ia tidak layak di hadapan penghakiman Allah kelak.

Jadi Hawa nafsu, nafsu jahat dan Keserakahan (greed, pleonexia - πλεονεξία) ) adalah bentuk berhala zaman modern karena menempatkan materi atau keinginan dunia di atas Tuhan.

Sejak lahir, manusia telah membawa benih dosa (Mazmur 51:7), dan seiring pertumbuhan, hawa nafsu mulai muncul bahkan sejak masa kanak-kanak dalam bentuk egoisme alami. 

Ketika memasuki masa remaja, hawa nafsu berkembang menjadi dorongan seksual, keinginan untuk diakui, dan pembangkangan terhadap nilai-nilai ilahi (2 Timotius 2:22). 

Saat dewasa, hawa nafsu bertransformasi menjadi nafsu jahat dan keserakahan, yaitu keinginan untuk memiliki dan menguasai tanpa batas, yang oleh Alkitab disebut sebagai penyembahan berhala (Kolose 3:5). 

Kondisi tersebut di atas, menyebabkan manusia kehilangan konsep mengenai kasih sejati Allah, karena ia lebih mencintai dirinya sendiri, menjadi hamba uang, penuh kesombongan, tidak tahu mengasihi, dan bahkan menjadi garang serta membenci kebaikan (2 Timotius 3:1–3). 

Alkitab menegaskan bahwa keinginan daging, keinginan mata, dan keangkuhan hidup bukan berasal dari Allah, melainkan dari dunia (1 Yohanes 2:16). Maka jelaslah, tanpa kasih Allah yang memurnikan hati, manusia akan menjadi makhluk egois dan buas yang semakin jauh dari kehendak-Nya.

2. Hedonisme sebagai penyembahan berhala

"...mereka menjadikan perut mereka sebagai allah mereka, kemuliaan mereka ialah aib mereka, pikiran mereka semata-mata tertuju kepada perkara duniawi."
(Filipi 3:18–19)

Ini menggambarkan hedonisme—penyembahan terhadap kenikmatan pribadi. Orang seperti ini menjadikan keinginan jasmani sebagai berhala.

Filipi 3:18–19 memberikan peringatan tajam tentang mereka yang hidup sebagai musuh salib Kristus, dengan akhir hidup yang menuju kebinasaan, karena "tuhan mereka ialah perut mereka," kemuliaan mereka berada dalam hal yang memalukan, dan pikiran mereka hanya tertuju kepada perkara duniawi. Ayat ini berbicara tentang sebuah gaya hidup yang dikuasai oleh hedonisme—mengejar kesenangan jasmani sebagai tujuan utama hidup. Dalam konteks ini, "perut" bukan sekadar lambang dari makanan, tetapi mewakili semua bentuk keinginan tubuh yang tidak dikendalikan: nafsu makan, nafsu seksual, kerakusan, dan kenikmatan duniawi lainnya. Ketika seseorang menjadikan kenikmatan sebagai pusat hidupnya, maka sebenarnya ia telah menggantikan Allah dengan berhala kesenangan pribadi, menjadikan tubuh sebagai mezbah, dan nafsu sebagai allahnya. Inilah bentuk penyembahan berhala yang tersembunyi namun sangat nyata.

Contoh paling tragis dari hal ini adalah kehidupan Raja Salomo. Ia memulai hidupnya dengan hikmat yang luar biasa dan kasih kepada Allah, namun berakhir dengan hati yang menyimpang karena istri-istrinya yang banyak dan hidup mewahnya yang tak terkendali. Salomo memiliki 700 istri dan 300 gundik, serta membangun kuil-kuil bagi dewa-dewa asing seperti Kamos dan Milkom (1 Raja-raja 11:4–8). Apa yang awalnya tampak sebagai berkat dan kemuliaan, berubah menjadi jerat yang menjauhkan hatinya dari Allah. Keserakahan dan nafsu yang tidak dibatasi membawa dia ke dalam penyembahan berhala, sekalipun ia tahu siapa Allah yang sejati. Ini menunjukkan bahwa hikmat tanpa ketaatan akan tetap gagal menjaga hati, ketika kesenangan dunia sudah menjadi pusat hidup seseorang.

Dalam kehidupan modern, ilustrasi serupa dapat dilihat dari banyak tokoh yang telah mencapai puncak kekayaan dan ketenaran, namun terjerumus ke dalam kehancuran karena kecanduan—baik itu narkoba, alkohol, seks bebas, atau makan berlebihan. Ada miliarder yang menghabiskan hidup dalam pesta pora hingga kehilangan keluarganya, atau atlet terkenal yang kariernya hancur karena tidak bisa mengendalikan dorongan nafsu. Hedonisme menyamar sebagai kebebasan, tapi sebenarnya memperbudak jiwa. Nafsu yang tidak dikendalikan, termasuk nafsu makan, menjadi simbol dari jiwa yang kehilangan arah, dan saat tubuh menjadi pusat penyembahan, maka Allah tidak lagi bertakhta di hati. Filipi 3:18–19 bukan hanya peringatan bagi orang zaman dulu, tetapi panggilan bagi kita semua untuk menghindari penyembahan terselubung kepada kesenangan, dan kembali menjadikan Kristus sebagai satu-satunya pusat kasih dan hormat kita.

3. Mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang di akhir zaman adalah bentuk penyembahan berhala

"Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang... lebih menuruti hawa nafsu daripada menuruti Allah. Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya."
(2 Timotius 3:1–2)

Penyembahan berhala zaman sekarang banyak berupa penyembahan terhadap diri sendiri, uang, dan gaya hidup palsu yang tampak rohani tapi kosong.

Di zaman modern, penyembahan berhala tidak lagi selalu berbentuk patung atau mezbah, melainkan hadir dalam wujud yang lebih halus namun menghancurkan: cinta diri yang berlebihan dan perbudakan terhadap uang. Alkitab dengan jelas menyebut dalam 2 Timotius 3:1–2 bahwa di hari-hari terakhir, manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Inilah wajah baru dari penyembahan berhala, ketika seseorang menempatkan diri sendiri dan harta sebagai pusat kehidupannya, menggantikan tempat Allah.

Ia hidup untuk memenuhi ambisi pribadi, mengejar kenyamanan, popularitas, kekuasaan, dan kekayaan, sering kali dengan mengorbankan integritas, kasih terhadap sesama, bahkan relasi dengan Tuhan. Dalam hati yang dikuasai cinta akan diri sendiri, tidak ada ruang bagi pengorbanan atau kerendahan hati. Dan saat uang menjadi motivasi utama, kebenaran pun dapat ditukar demi keuntungan.

Salah satu kisah paling tragis dalam Alkitab yang menggambarkan hal ini adalah Yudas Iskariot. Sebagai murid Yesus, ia hidup sangat dekat dengan Sang Juruselamat, namun karena cintanya pada uang, ia menjual Yesus hanya dengan tiga puluh keping perak (Matius 26:14–15). Cinta terhadap uang membutakan nurani dan menghancurkan hatinya, hingga akhirnya ia tergelincir dalam penyesalan yang berujung maut.

Di zaman modern ini, kejadiannya terjadi sama dalam berbagai bentuk, antara lain misalnya orang tua yang terlalu sibuk mengejar karier demi materi, tetapi kehilangan hubungan dengan anak-anaknya; seorang hamba Tuhan yang tergoda menyalahgunakan dana pelayanan demi ambisi pribadi; anak muda yang rela melakukan apa saja—bahkan menjual harga diri—demi gaya hidup mewah dan pengakuan sosial. 

Berhala modern ini tidak tampak secara fisik, tetapi mengikat jiwa dengan rantai yang lebih kuat daripada besi.

Saat manusia mencintai dirinya sendiri lebih dari segalanya, maka ia pasti akan menolak panggilan Allah baginya untuk menyangkal diri, pikul salib dan mengiring-Nya. Dan berlanjut ketika ia telah menjadi hamba uang, ia akan menyerahkan jiwanya kepada kekuasaan dunia, bukan lagi kepada Kristus. 

Kiranya kita Renungkan: apakah kita lebih mengasihi diri kita sendiri dan mencintai uang, dibanding mengasihi Tuhan? Jika dengan jujur kita akui, maka sesungguhnya kita sama dengan sedang berdiri di hadapan patung berhala dan menyembahnya. Hanya pertobatan sejati dan kuasa Kristus semata, yang dapat melepaskan kita dari cengkeramannya.

Matius 6:24 

"Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan... Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon."

4. Roma 1:21–25 – Menggantikan kemuliaan Allah dengan ciptaan

"Mereka menggantikan kemuliaan Allah yang tidak fana dengan gambaran yang mirip dengan manusia... Mereka menggantikan kebenaran Allah dengan dusta dan memuja serta menyembah makhluk dengan melupakan Penciptanya..."
(Roma 1:21–25)

Manusia cenderung mengganti Allah dengan ciptaan-Nya—termasuk teknologi, selebriti, diri sendiri, bahkan agama yang tanpa kebenaran.

Roma 1:21–25 adalah salah satu bagian paling tajam dalam Alkitab yang menjelaskan kejatuhan manusia ke dalam penyembahan berhala secara spiritual dan moral. Ayat ini menggambarkan bagaimana manusia, meskipun mengenal Allah melalui ciptaan dan hati nuraninya, tidak memuliakan Dia sebagai Allah dan tidak mengucap syukur. Sebaliknya, mereka membiarkan pikiran mereka menjadi sia-sia, dan hati mereka yang bodoh menjadi gelap. Ketika manusia menolak Allah yang sejati, mereka tidak menjadi bebas, melainkan jatuh ke dalam perbudakan: mereka menciptakan allah menurut bayangan mereka sendiri—yang menyerupai manusia, burung, binatang, atau ciptaan lainnya.

Pengganti dari kemuliaan Allah ini merupakan suatu bentuk penghinaan terhadap Allah Sang Pencipta. Allah yang kekal, penuh keagungan dan kebenaran, digantikan dengan benda ciptaan manusia yang fana. Inilah akar dari penyembahan berhala—ketika manusia mengganti kebenaran Allah dengan dusta, dan lebih memilih menyembah sesuatu yang kelihatan, yang dapat mereka kuasai, daripada tunduk kepada Allah yang tidak kelihatan namun berdaulat penuh atas hidup mereka. Dosa ini bukan hanya soal mengganti objek penyembahan, tetapi pergeseran pusat kehidupan (the center of life), dari Allah menuju ciptaan. Manusia mulai mengabdi kepada uang, kekuasaan, seks, diri sendiri, atau segala sesuatu yang menjanjikan kenikmatan instan, tapi sesungguhnya adalah jebakan yang membawa kehancuran rohani.

Karena itu, Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu hati mereka sendiri. Ini bukan sekadar hukuman, tetapi juga bentuk pengabaian ilahi—manusia dibiarkan mengalami akibat dari keputusannya sendiri. Mereka menyembah makhluk dan melupakan Pencipta, hingga hidup mereka dikuasai oleh kebobrokan moral dan kekacauan batin. Renungan ini menjadi peringatan keras bagi zaman kita: ketika manusia lebih menyukai kenyamanan, kesenangan, dan kendali atas hidupnya sendiri daripada tunduk kepada Allah, maka berhala telah mengambil alih takhta hati. Dan tanpa pertobatan, jalan ini akan berakhir dalam kegelapan rohani yang dalam.

Dalam Psikologi Klinis, identitas dan pusat kehidupan seseorang sangat memengaruhi kondisi mental dan emosionalnya. Psikolog Viktor Frankl, dalam teorinya tentang logoterapi, menyatakan bahwa manusia tidak bisa hidup sehat tanpa menemukan makna dan tujuan hidup yang lebih besar daripada dirinya sendiri. Ketika pusat hidup seseorang berada pada sesuatu yang tidak stabil—seperti harta, prestasi, atau hubungan manusia—maka identitasnya menjadi rapuh dan mudah hancur saat hal-hal itu terguncang. Ini sejalan dengan kebenaran Roma 1:21–25, bahwa ketika manusia menggantikan Allah sebagai pusat hidup, maka mereka justru kehilangan keutuhan batin dan terang rohani.

Penyembahan berhala, dari sudut pandang psikologi, bukan sekadar praktik keagamaan yang salah, tetapi merupakan mekanisme pertahanan jiwa yang menyimpang. Seseorang mungkin menjadikan kesuksesan atau relasi sebagai "berhala" karena itu memberi rasa aman, dikagumi, atau diakui—hal-hal yang secara psikologis dapat menutupi luka batin, rasa kurang berharga, atau trauma masa lalu. Namun pusat-pusat hidup yang palsu ini tidak menyembuhkan luka; sebaliknya, mereka sering memperparah kecemasan, depresi, dan krisis identitas. Inilah mengapa dalam praktik klinis, terapi sering kali berfokus pada menggali pusat makna hidup seseorang, dan menuntunnya kembali pada nilai yang lebih tinggi dan stabil.

Dalam terang ini, menggantikan Allah dengan ciptaan bukan hanya pelanggaran rohani, tapi juga disfungsi psikologis. Pemujaan terhadap ciptaan—baik itu uang, status, atau tubuh—mengarah pada narsisme, perfeksionisme, gangguan kecemasan, bahkan adiksi. Ketika Allah bukan lagi pusat, manusia berusaha mengisi kehampaan eksistensialnya dengan segala cara—dan semua cara itu akan gagal. Psikologi menyebutnya sebagai “spiritual emptiness”, suatu kehampaan batin yang tidak bisa diisi oleh apa pun selain oleh relasi yang sejati dan utuh dengan Sang Pencipta.

Maka dari itu, penyembahan kepada Allah yang sejati bukan hanya menyehatkan secara rohani, tetapi juga secara psikologis. Menempatkan Allah sebagai pusat kehidupan memberi manusia rasa aman yang tidak tergoncang oleh dunia, rasa identitas yang tidak bergantung pada pencapaian, dan kasih yang tidak bersyarat. Inilah jalan menuju keutuhan—baik secara batiniah maupun spiritual. Dan hanya dalam terang Kristus, manusia dapat kembali menemukan makna sejati yang menyembuhkan luka jiwanya dan membebaskannya dari penyembahan berhala zaman m odern.

Kesimpulan akhir dari Mazmur 115:4-8

Bahwa Penyembahan berhala di zaman sekarang ini, meliputi:

  • Uang dan keserakahan (Kolose 3:5, Matius 6:24)
  • Kenikmatan dan hawa nafsu (Filipi 3:19)
  • Diri sendiri dan popularitas (2 Timotius 3:2–5)
  • Mengidolakan ciptaan lebih dari Pencipta (Roma 1:25)

"Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan."

Ibrani 12:2 

Amin.

Komentar

Postingan Populer